Mohon tunggu...
Agus Siswanto
Agus Siswanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mencoba mengasah otak lewat coretan kecil || tinggal di Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah ||

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak Laki-Laki Kecil itu Menangis di Sudut Masjid

10 Januari 2015   03:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:27 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu Ashar telah tiba, SI Bos mengajakku untuk istirahatsejenak dan menuju ke Masjid dekat kantor. Aku pun turut ajakan Bos dan segera kami menuju masjid dengan sepeda motorku. Kami tiba di beranda masjid, Si bos turun dari motor dan aku menuju tempat parkiran motor.

Aku menuju keberanda Masjid. Kulihat banyak anak anak SD yang mau menunaikan sholat ashar berjamaah disela sela kegiataan extra sepulang sekolah.

Tiba tiba sorot mataku ke arah anak laki-laki kecil yang duduk merunduk dan wajahnya di benamkan di kedua lengan tangannya. Ak melihatnya dan mencoba memperhatikan. Sepertinya anak itu mau menangis tapi sedikit di tahan.

Ak duduk di sebelah anak itu sembari melepas sepatu dan kaos kaki, aku mengeluarkan suara kepada anak itu. Entah kenapa aku sedikit iba.

“Kenapa menangis” Kataku.

Anak itu hanya tersenyum sendu.

“Kenapa menangis dek?” Seruku kembali kepadanya.

Sepertinya anak itu tidak jadi menangis, tapi aku masih melihat raut wajah kemerahan yang menandakan anak itu ingin menangis.

Aku tidak tahu kenapa anak itu menangis, ak hanya membatin dalam hati mungkin anak itu di olok olok oleh teman sebayanya.

Aku berlalu menuju tempat wudhu, tetapi langkah kakiku bukan langsung berwudhu dan kuarahkan ke toilet terlebih dahulu karena ingin buang air kecil.

Anak itu sudah mengambil air wudhu sesaat setelah aku keluar dari toilet. Ak pun mengambil air wudhu disampingnya, sambil sesekali memperhatikannya. Walaupun berwudhunya anak itu terlebih dahlulu,tetapi kulihat anak itu menungguku untuk menyelesaikan wudhu sehingga kami selesai bersama sama.

Ternyata anak itu mengikutiku, mengikuti gerak kakiku menuju kedalam masjid. Dan Anak itu duduk di sampingku. Aku tidak terlalu memperhatikan, karena aku menunaikan sholat sunah dua rakaat terlebih dahulu.

Sambil menunggu qomat, ak mencoba memperhatikan gerak gerik anak laki laki itu. Dengan mengenakan seragam pramuka, anak kecil itu mencoba untuk memasang hasduk di leher pakaiannya. Ak memperhatikan, dan mulai bertanya kembali.

“Dek kenapa tadi menangis?” Kataku.

Anak itu kembali tersenyum simpul dan sibuk dengan memasang kain segitiga berwarna merah putih dan ikat kecil yang akan di kaitkan di kain itu.

“Bisa masangnya?” ak kembali berkata.

Anak itu Cuma mengangguk pertanda bisa. Tapi aku menangkap ada hasrat anak itu untuk ingin meminta tolong memasangkan kain segitiga di lehernya, agaknya masih malu karena aku masih terlalu asing untuk dia.

Sepertinya anak itu baik, tapi aku tidak melihat anak itu bersama teman teman yang lainnya. Anak itu seperti tidak punya teman. Kasihan, kulihat anak itu lemah dan cenderung tidak melawan saat teman teman sebayanya mendorong bahkan menoyor noyor badannya saat kami mau menunaikan sholat berjamaah.

Kebetulan anak itu kembali berada di sampingku, aku tidak tahu kenapa anak itu memilih berada selalu disampingku. Apa ada perasaan aman dan terlindungi karena aku dianggap laki laki dewasa yang bisa melindungi dia dari teman temannya yang nakal kepadanya. Aku memang merasa begitu.

Kalau aku menikah muda, di usia awal 20an mungkin aku sudah memiliki anak seusia dia. Entah kenapa setiap ada anak kecil yang merasa jauh dari teman temannya aku merasa iba. Karena aku juga pernah menjadi anak anak dan sangat terganggu jika ada gerombolan teman sebaya yang mencoba menakaliku.

Anak itu sungguh lemah bahkan tidak berani melawan, beda seperti aku dahulu, aku akan melawan jika ada teman yang nakal. Tapi anak itu begitu lemahnya dan mengalah, sepertinya anak itu takut terhadap teman temannya.

Selesai sholat berjamaah,aku pun lantas meninggalkan masjid di ikuti anak laki laki itu.

Sepertinya memang benar anak itu butuh perlindungan, karena dari tadi selalu mengikutiku di masjid, bahkan sampai aku selesai sholat dan berdoa. Anak itu tak lantas pergi seperti anak anak kacil lainhya yang langsung berhamburan ketika sholat jamaah selesai. Anak itu menungguku sampai aku selesai berdoa dan keluar masjid bersama.

Aku pun berlalu bersama bos menuju kantor kembali dan anak kecil itu melanjutkan acara extra kegiatan pramuka di iringi wajah yang tidak sedih lagi. Hadapai masa anak anakmu dengan semangat ya dek....Kamu Pasti bisa!

SMG, 090115

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun