Emak masih saja tiduran dikamarnya, dan seperti biasanya aku selalu ingin berbaring bersama untuk berbagi cerita. Emak terkadang membolehkanku tapi tak jarang kalau emak masih ingin sendiri dengan isyarat gerah emak sungkan untuk di dekati.
Tapi mungkin kali ini emak diam saja saat aku mulai berbaring di dekatnya, seakan menerima kedatanganku. Aku membaringkan tubuhku di dekat emak. Aku masih terdiam, aku ingin memeluk emak tapi agak ragu takut emak sungkan karena aku telah dewasa.
Aku terkenal saat pendiam di antara anggota keuarga yang lain, aku jarang ngomong jika tidak terlalu penting. Dan kebanyakan aku hanya menjadi pendengar yang baik kala emak ingin bercerita tentang kesehariannya. Emakku sangat suka bercerita tentang masa lalu atau masa sekarang, bahkan sering berulang ulang yang kadang membuatku sedikit merasa bosan karena terlalu sering mendengar kisah masa lalunya.
Tiba tiba emak membuka suara.
“kamu malu jika berjalan berdua dengan Emak?” Tanya Emak kepadaku.
“Kenapa?” Aku bertanya kembali kepada Emak.
“Gak papa, wong mbakmu saja kalau jalan berdua dengan Emak tangan Emak selalu di gandeng.”
“Gak Mak, aku gak malu... kenapa harus malu Mak?” Aku sedikit heran.
“Enggak Leh, takutnya kamu malu punya Emak yang sudah tua keriput dan kamu tinggi besar berkulit kuning takutnya malu jika di jalan ketemu orang orang atau temanmu”
“Enggak Mak... aku gak malu malah senang dan bangga punya orang tua seperti Emak” Jawabku berapi api.
Aku sayang sekali terhadap emak, terkadang muncul perasaan sedih karena belum bisa memberikan kebahagiaan kepada Emak. Aku memandangnya dalam dalam, tampak rambutnya sudah memulai memutih. Kulit yang tidak kencang lagi dan bahkan sudah memulai keriput. Aku merasakan waktu cepat berlalu, sembari mendengarkan emak bercerita sembari aku berfikir.
Emak selalu berhati hati kalau ingin mengungkapkan maksud atau keinginan. Sebenarnya aku juga merasakan sinyal sinyal dari apa yang dikatakan Emak dengan menceritakan di lingkunganku sebagian besar sudah punya pendamping. Aku tahu Emak ingin aku segera mengakhiri masa kesendirianku. Karena usiaku yang sudah cukup umur.
Aku mulai memeluk Emak, memeluk dari belakang sedikit meletakkan wajahku di punggungnya dan membenamkannya.
Emak terdiam, dan menarik tanganku dan di peluknya juga. Emak begitu sayang terhadapku, anak terakhirnya yang di anggap paling penurut dan tidak neko neko.
Disaat saat aku merasakan suasana nyaman berada sangat dekat dengan Emak, sekali lagi Emak mengungkapkan sebuah keinginan dengan tiba-tiba.
“Kapan kamu akan nikah leh?”
Glek.... Aku mulai bingung.
Secepat kilat tanganku ku tarik dari punggung Emak dan aku terdiam.
Aku menjawab pertanyaan emak dengan sembari terbangun dan duduk.
“Doakan ya Mak, semoga jodohnya cepat datang”
Aku keluar meninggalkan kamar emak dan berlalu menuju kamar sendiri dengan penuh keinginan kuat untuk menghadirkan menantu yang baik untuk emak.
Tapi
Kapan ya Mak?
Seakan misteri ini belum bisa aku pecahkan.
SMG 16102014 #edisi kangen publish Artikel DI K
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H