Subuh itu, penduduk sebuah dusun terbangun. Terbangun akan teriakan seorang perempuan yang baru kehilangan seorang anaknya. Teriakan ini menggema di seantero dusun yang senyap dari bisingnya kendaraan lalu lalang. Dusun yang hanya selebar pandangan mata saat siang pun jadi panik. Seorang anak kecil berpulang setelah semalaman menangis.Â
Sebagian penduduk desa membatin,"anak itu menangis setiap malam sejak seminggu yang lalu". Ada lagi yang seakan menyalahkan orang tua si anak. "Ah, sudah dibilang bawa saja ke Waisai!". Waisai adalah ibukota Kabupatan Raja Ampat. Jauhnya sekitar 3 - 4 jam dengan perahu penduduk. Itupun bila tidak bergelombang.
Kenangan pagi itu memiriskan hati. Ternyata sakit tidak boleh dekat dengan penduduk desa terpencil. Ketersediaan sumberdaya alam, terutama dari laut yang melimpah tak menghindarkan penduduk dari sakit. Dusun Bianci memang dipenuhi ikan melimpah. Ikan tidak ditangkap pake umpan. Mereka tertangkap dengan sendirinya saat mata kail dilemparkan ke dalam gerombolan ikan di dermaga. Sesederhana itu!
Dusun ini konon dibentuk oleh penduduk yang bermigrasi dari Desa Mutus, sebuah desa di sebelah selatan Dusun Bianci. Tepatnya, Desa Mutus adalah representasi Pulau Mutus dimana desa itu berada. Begitu halnya juga dengan Bianci. Nama Bianci juga diberikan pada pulau dimana dusun itu berada. Pulaunya tak besar memang. Cukup untuk seratusan penduduk dari anak sampai dewasa yang tinggal di dusun ini.Â
Sebuah dusun yang hanya dibekali dengan satu gedung sekolah dasar, tak ada PAUD atau fasilitas pendidikan usia dini lainnya seperti yang ditawarkan kepada anak-anak di kota.  Listrik pun hanya bersandarkan pada genset yang dipasang pada waktu malam saja. Instalasi panel surya yang dilengkapi lampu jalan memang telah terpasang di  sepanjang jalan mengitari kampung. Namun belum berfungsi. Sengaja dimatikan sebelum diresmikan kata salah satu penduduk. Kampung terlihat sedikit hidup pada saat baru saja malam.Â
Saat genset dinyalakan. Namun, tak banyak yang menikmati kecanggihan teknologi dengan bantuan listrik. Antena parabola terlihat terpasang di beberapa rumah, namun tak terdengar sekalipun orang menonton televisi sepanjang jalan. Orang-orang malah keluar rumah dan ngobrol di bale bale kecil yang ada di depan rumah penduduk. Â Apa saja dijadikan bahan obrolan mereka. Tanpa miras, tanpa stimulan. Dan kemudian senyap seiring larutnya malam.
Itulah sekelumit cerita dari Dusun Bianci, Kepulauan Raja Ampat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H