Segera nenek itu menyeruput teh hangat yang sudah dibuat Wulan. Perasaannya sedikit lega.
”Sebenarnya, dimana rumah anak nenek?” tanya Wulan sambil menggeser duduknya.
”Rumahnya memang tidak begitu jauh dari sini. Tapi tanpa uang itu, nenek tidak bisa pergi ke sana dan membeli oleh-oleh untuk cucu nenek,” terang nenek itu.
Wulan terdiam. Ia sedang memikirkan sesuatu. ”Apakah aku harus menolong nenek ini?” tiba-tiba sebuah tanya muncul di hatinya. ”Harus!” jawab sisi hatinya yang lain. ”Tapi jika aku menolongnya, pasti aku tidak memiliki cukup uang untuk kubawa pulang?”.”Ibumu di rumah pasti bisa mengerti... malah ia akan bangga kepadamu.” Akhirnya setelah bergulat dengan pemikirannya, Wulan segera beringsut. Dibukanya sebuah kotak kecil yang terletak di bawah meja dan diambilnya beberapa lembar uang.
”Ini untuk nenek,” kata Wulan sambil memberikan beberapa lembar uang itu kepada sang nenek. ”Aku harap nenek tidak menolaknya,” tambahnya menegaskan.
Nenek itu tidak bisa berkata-kata. Wajahnya berbinar karena gembira. ”Tuhan, terima kasih karena Engkau sudah mempertemukan aku dengan seorang malaikat.” katanya dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H