Saat ini muncul pedagang - pedagang sabun cuci, sabun mandi, cairan pel lantai dll dibanyak komplek perumahan. Mereka ini dari awal memang tidak mencantumkan merk, tetapi juga tidak memalsukan merk. Produk - produk ini lebih masuk pada segmen yang sensitive harga, dimana merk dianggap tidak penting asalkan manfaatnya sama.
Dari sisi bisnis jelas produsen produk toiletris tanpa merk ini lebih efisien, Jika dianalogikan ya ini mirip minyak goreng curah yang pasti lebih murah dibandingkan minyak goreng ber merk.Â
Biaya produksi rendah, rantai distribusi pendek dan bebas biaya promosi tentu saja menjadikan produk ini sangat kompetitif. Dari hasil pengamatan saya, memang produk produk ini memiliki harga jual yang sangat rendah dibandingkan produk serupa dari pabrikan besar.
Sebagian besar produsen pelaku usaha ini juga korban PHK pabrik - pabrik besar. Jadi sebenarnya dari sisi proses produksi, bahan baku dan kualitas tidak berbeda jauh dibandingkan produk dari pabrikan besar.
Melihat fakta diatas bisa dimengerti mengapa Unilver terlihat kewalahan menghadapi serbuan UMKM dibidang toiletris ini. UMKM ini semacam perang gerilya dimana jumlahnya banyak dan berukuran kecil, sehingga sulit dipetakan persaingannya oleh pabrikan besar
Unilever Gagal Mengantipasi Kebangkitan UMKM
Dilihat dari grafik penjualan dan grafik harga saham, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya unilever gagal mempertahankan pangsa pasarnya. Apalagi belanja modal yang rencananya 1 triliun rupiah di tahun 2021 dipotong menjadi hanya 500 miliar rupiah.
Jelas ini mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mempersiapkan produk baru ataupun strategi baru menghadapi perubahan pola konsumsi masyarakat paska pandemi covid19.
Respon investor Pasar Saham.
Karakter utama investor pasar saham adalah skeptis, mereka sangat sensitif terhdap trend. Hal hal kecil yang dianggap menjadi indikasi kesulitan perusahaan dimasa depan terkadang di respon berlebihan. Tetapi hal sebaliknya bisa terjadi ketika optimisme muncul, itu sebabnya harga saham hampir selalu berfluktuasi lebih dari realitas bisnisnya.
Bagi UMKM, ini adalah kreativitas masyarakat bawah yang luar biasa. Dibandingkan menyerah pada PHK dan kesulitan membuka tokonya, mereka justru tumbuh menjadi UMKM yang kompetitif dan efisien. Kompetitif dan efisien ini bukan cuma slogan semata, terbukti produk produk UMKM tidak saja berjaya dipasar offline.Â
Tetapi jika kita menengok bermacam makanan, minuman dan kudapan di Shopee Foof, Gofood, Grabfood, kita bisa mengerti mengapa omset biskuit pabrikan di mini market menjadi kurang laku.