KELAHIRAN media sosial (social media) tampaknya telah membawa dampak yang luar biasa bagi sebagian besar umat manusia di muka bumi. Warga dengan mudah saling berinteraksi, mengirim pesan, berbagi, dan membangun jaringan (networking), mengingat visi kelahirannya adalah menjadi saluran atau sarana pergaulan sosial secara online di dunia maya (internet).
Akibat kelahiran medsos, dunia ini tak ubahnya seperti sebuah desa yang besar dan luas. Kata Affandi (2016), setiap peristiwa yang terjadi di sudut bumi dapat disaksikan secara bersama-sama oleh manusia sejagat dalam detik yang sama di tempat yang berbeda-beda.Â
Melalui medsos siapa saja dapat memperoleh informasi tentang apa saja, kapan saja, dan dari mana saja, mengingat medsos tak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Mulai dari warga biasa hingga pejabat negara sekelas Presiden, Menteri, dan DPR yang memiliki akun medsos bisa eksis dengan mudah. Aktivitas warga acap kali dibagikan ke media, pelbagai kinerja pemerintah pun dapat diketahui dengan mudah oleh warga melalui medsos. Atas berkat kelahiran medsos, warga lebih mudah berinteraksi dengan para pejabat negara.
Namun, seiring dengan aspek positif yang dapat diperoleh melalui kelahiran medsos, pengaruh terhadap perilaku negatif pun semakin menggejala. Perang melalui medsos, ketidakadilan dan tindak kriminal pun dapat terjadi dengan menggunakan perangkat medsos.Â
Alih-alih, warganet saling menyerang dan bertahan menggunakan berondongan kata-kata bernada bullying bahkan menebarkan hoaks (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) yang sudah tentu jauh dari tata nilai bangsa.
Jangan heran bila banyak kasus berujung di meja hijau akibat pengalahgunaan medsos oleh warganet. Dari jari warganet yang digunakan untuk mengetik dan menyebarkan sebuah konten di medsos bisa berujung di jeruji bila mencemarkan nama baik seseorang, menebarkan hoaks dan ujaran kebencian yang berbau isu SARA.
Sebagian kalangan memandang dengan kaca mata pesimis bahwa medsos merupakan ancaman yang berpotensi menggulung tata nilai bangsa yang sebelumnya sudah menjadi identitas dan pada akhirnya menggantikan dengan tata nilai Barat.Â
Hati-hatilah, sebab dalam pandangan Sofyan (2011), keruntuhan sebuah bangsa ditandai dengan semakin lunturnya tata nilai dan karakter bangsa tersebut, walaupun secara fisik bangsa masih berdiri tegak. Tata nilai dan karakter suatu bangsa tidak terbentuk secara alami melainkan melalui pergaulan sosial yang dinamis.
Jurus Penyelamat
Konten baik yang menjadi viral bisa dianggap sebagai konten kejahatan bila iklim pergaulan sosial secara online sudah tercemar. Demi mencegah ancaman medsos yang berpotensi menggulung tata nilai bangsa, maka diperlukan beberapa gebrakan mendasar sebagai jurus penyelamat.Â
Kesatu, pembangunan melalui wilayah pendidikan yang bertata nilai merupakan esensi dari suatu pemahaman pembangunan yang sepenuhnya berorientasi pada manusia sebagai subyek pembangunan atau lazim dikenal dengan human oriented development.