Mohon tunggu...
Ervan Yuhenda
Ervan Yuhenda Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Berani Beropini Santun Mengkritisi, Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik sebagai Bentuk Tertinggi dari Cinta kepada Bangsa

25 Agustus 2024   14:54 Diperbarui: 25 Agustus 2024   14:54 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perjalanan sejarah manusia, kritik telah menjadi salah satu elemen penting yang mendorong perubahan dan kemajuan. Kritik bukanlah sekadar ungkapan ketidakpuasan atau penolakan terhadap kondisi yang ada, melainkan sebuah bentuk cinta yang tulus dan mendalam kepada bangsa. Ketika seseorang mengkritik, ia memperlihatkan kepedulian dan keinginannya untuk melihat negaranya menjadi lebih baik. Di tengah tantangan dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, kritik memiliki peran yang sangat vital dalam memastikan bahwa arah yang ditempuh oleh bangsa ini tetap berada pada jalur yang benar.

Sejarah Kritik dalam Perjuangan Bangsa

Di Indonesia, tradisi kritik memiliki akar yang kuat dan panjang. Sejarah bangsa ini dipenuhi dengan tokoh-tokoh besar yang menggunakan kritik sebagai alat untuk mendorong perubahan sosial dan politik. Tan Malaka, Soekarno, dan Mohammad Hatta adalah contoh nyata dari individu yang menggunakan kritik untuk menantang status quo dan memajukan bangsa. Mereka memahami bahwa cinta kepada bangsa tidak hanya ditunjukkan dengan penerimaan pasif terhadap segala kondisi yang ada, tetapi juga melalui tindakan aktif yang menantang ketidakadilan dan ketidaksempurnaan demi kebaikan bersama.

Tan Malaka, sebagai seorang pejuang dan pemikir revolusioner, sering kali mengkritik kebijakan kolonial dan para pemimpin bangsa yang menurutnya tidak berpihak pada rakyat. Ia menulis banyak karya yang berisi kritik tajam terhadap berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Karya-karya ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk bangkit melawan penindasan dan memperjuangkan kemerdekaan.

Soekarno, yang kemudian menjadi presiden pertama Indonesia, juga tidak segan-segan mengkritik. Ia mengkritik sistem kolonial yang menindas, ketidakadilan sosial, dan bahkan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintahannya sendiri ketika ia merasa bahwa kebijakan tersebut tidak sejalan dengan semangat revolusi dan kemerdekaan. Soekarno memahami bahwa kritik adalah bagian dari proses demokrasi dan merupakan alat penting untuk memastikan bahwa kekuasaan tidak disalahgunakan.

Kritik sebagai Bentuk Keberanian

Kritik adalah bentuk tertinggi dari cinta kepada bangsa karena kritik menuntut keberanian. Menyampaikan kritik sering kali berarti berdiri melawan arus, menghadapi risiko dikucilkan, atau bahkan menerima ancaman. Namun, keberanian ini lahir dari cinta yang mendalam kepada tanah air dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Orang yang mengkritik biasanya adalah mereka yang memiliki visi dan aspirasi besar untuk negaranya. Mereka adalah orang-orang yang tidak puas dengan kondisi yang ada dan percaya bahwa perubahan adalah mungkin dan perlu.

Keberanian ini terlihat jelas dalam banyak peristiwa sejarah. Misalnya, pada masa Orde Baru, banyak aktivis dan intelektual yang berani mengkritik kebijakan pemerintah meskipun mereka tahu bahwa risiko yang mereka hadapi sangat besar. Banyak dari mereka yang akhirnya ditangkap, dipenjara, atau bahkan dihilangkan. Namun, mereka terus melawan karena mereka percaya bahwa kritik mereka adalah bentuk cinta dan kepedulian terhadap bangsa.

Kritik sebagai Cermin Harapan Rakyat

Lebih dari itu, kritik adalah cermin dari harapan dan aspirasi rakyat. Ketika warga negara menyampaikan kritik, mereka sebenarnya sedang mengungkapkan visi mereka tentang bagaimana seharusnya negara ini berjalan. Kritik membuka ruang untuk dialog, diskusi, dan refleksi. Ini adalah proses yang sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah benar-benar mencerminkan kebutuhan dan keinginan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun