Mohon tunggu...
Ervan Yuhenda
Ervan Yuhenda Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Berani Beropini Santun Mengkritisi, Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tantangan Etika dan Privasi dalam Masyarakat Digital

7 Juni 2024   03:13 Diperbarui: 7 Juni 2024   03:37 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dokumentasi Pribadi)

Teknologi digital membawa perubahan besar dalam aspek kehidupan manusia. Kita hidup dalam era di mana informasi dapat diakses dengan mudah dan komunikasi menjadi lebih cepat dan efisien. Namun, di balik kemudahan ini, terdapat tantangan etika dan privasi yang perlu mendapat perhatian serius.

Tantangan Etika

Salah satu tantangan utama dalam masyarakat digital adalah bagaimana menjaga etika dalam penggunaan teknologi. Teknologi digital, seperti media sosial, dapat dengan mudah digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah, berita palsu, atau konten yang merugikan. Penyebaran informasi yang salah atau berita palsu bukan hanya dapat menyesatkan publik, tetapi juga bisa menimbulkan kepanikan, kebencian, dan bahkan kekerasan. 

Etika digital mengharuskan kita untuk bertanggung jawab dalam menggunakan platform ini, memastikan bahwa informasi yang dibagikan adalah akurat dan tidak merugikan orang lain. Namun, upaya untuk memastikan akurasi informasi sering kali terkendala oleh kecepatan dan volume konten yang dihasilkan di platform digital.

Selain itu, munculnya algoritma yang semakin canggih juga menimbulkan pertanyaan etis. Misalnya, algoritma dapat memiliki bias yang tidak disadari, yang dapat mengakibatkan diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Sebagai contoh, algoritma rekrutmen kerja bisa saja memiliki kecenderungan untuk memilih kandidat berdasarkan data historis yang mungkin sudah terkontaminasi oleh bias gender atau ras.

 Oleh karena itu, penting bagi pengembang teknologi dan pengguna untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara adil dan tidak memperkuat ketidakadilan sosial. Penggunaan dalam pengambilan keputusan penting harus disertai dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.

Kemudian, ada juga tantangan terkait dengan keamanan dan keandalan teknologi digital itu sendiri. Serangan siber, peretasan, dan kebocoran data adalah ancaman nyata yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi individu maupun organisasi. 

Di samping itu, etika digital juga mencakup bagaimana teknologi digunakan untuk tujuan yang benar dan tidak disalahgunakan. Misalnya, penggunaan teknologi pengawasan oleh pemerintah atau perusahaan harus diimbangi dengan mekanisme perlindungan hak asasi manusia dan privasi individu.

Perusahaan teknologi memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa produk dan layanan yang mereka tawarkan tidak merugikan pengguna. Namun, sering kali, keuntungan ekonomi menjadi prioritas utama, sehingga aspek etika dan privasi terabaikan. Contohnya, skandal Cambridge Analytica yang melibatkan Facebook menunjukkan bagaimana data pengguna dapat disalahgunakan untuk tujuan politik tanpa persetujuan mereka. Kasus ini menyoroti pentingnya tanggung jawab perusahaan teknologi dalam melindungi data pengguna dan beroperasi secara transparan.

Inovasi teknologi terus berkembang dengan cepat, dan sering kali regulasi serta kebijakan publik tidak dapat mengimbangi kecepatan perubahan ini. Hal ini menimbulkan kekosongan regulasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, perkembangan teknologi deepfake yang memungkinkan pembuatan video palsu dengan tingkat akurasi tinggi dapat digunakan untuk tujuan jahat seperti pemerasan atau penyebaran informasi palsu. Oleh karena itu, penting untuk memiliki kerangka kerja etis yang adaptif dan proaktif dalam menghadapi inovasi teknologi baru.

Tantangan Privasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun