Mohon tunggu...
Gerakan Mahasiswa Pita Ungu
Gerakan Mahasiswa Pita Ungu Mohon Tunggu... -

Gerakan Mahasiswa Pita ungu atau GMPU adalah gerakan mahasiswa yang peduli akan permasalahan kesehatan yang ada dan berkembang saat ini. Mengingat banyaknya permasalahan kesehatan yang terjadi, GMPU memfokuskan gerakannya pada dua masalah, yaitu aksesi FCTC dan drop out RUU Pertembalkauan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rokok, Ekonomi, dan Kesehatan

23 Maret 2014   21:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rokok adalah zat adiktif yang apabila dikonsumsi akan mengakibatkan ketagihan dan kecanduan, baik secara fisik maupun psikis. Hal ini dikarenakan rokok mengandung zat adiktif sehingga termasuk dalam golongan napza, seperti Narkotika dan Psikotropika.

Mengkonsumsi rokok dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit berbahaya, seperti penyakit jontong coroner, kanker pulmo, kanker kulit, hilangnya pendengaran, beurger, kanker uterus, katarak, tukak lambung, emfisema, bahkan kematian. Hal ini diakibatkan karena ada lebih dari 599 zat additives yang terkandung dalam rokok yang diidentifikasi oleh pemerintah Amerika, lebih dari 4000 zat kimia yang dihasilkan ketika membakar rokok dan setidaknya 69 bahan kimia itu diketahui pasti dapat menyebabkan kanker (karsinogenik). Hal ini publish oleh lima perusahaan rokok terbesar di dunia, yaitu American Tobacco Company, Brown and Williamson, Liggett Group, Inc., Philip Morris Inc., dan R.J. Reynolds Tobacco Company.

Menurut data dari Riskesdas tahun 2010, prevalensi perokok di Indonesia sangat tinggi dan didominasi oleh masyarakat berpendidikan rendah sebesar 37,8% dan juga masyarakat miskin sebesar 35%. Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa perokok dari kalangan berpendidikan dan mereka sudah mengetahuinya, yang menjadi masalah bukanlah pengetahuan, melainkan soal pola pikir.

Menurut data dari riskesdas tersbut, prevalensi perokok rokok terus meningkat dan iakibatkan oleh lemahnya regulasi di Indonesia. Solusinya adalah dengan mengikuti protocol WHO untuk pengendalian tembakau yang terangkum dalam WHO Framework Convention of Tobacco Control (FCTC).

FCTC bertujuan untuk melindungi generasi saat ini dan generasi mendatang dari dampak buruk konsumsi tembakau dan paparan asap roko dalam bidang kesehatan, social, lingkungan dan ekonomi . Saat ini sudah ada 177 negara yang telah menyetujui FCTC. Namun, masih ada negara yang belum menandatangani dan mengaksesi FCTC, yaitu Andora (Eropa), Eritrea (Afrika), Monaco (Eropa), Somalia (Afrika), Zimbabwe (Afrika), dan Indonesia (Asia). Indonesia merupakan Negara satu – satunya Negara di Asia yang belum meratifikasi FCTC dengan jumlah penduduk terbanyak di antara kedelapan negara tersebut, yaitu sebanyak 242, 3 juta jiwa.

FCTC mengatur berbagai pengendalian permintaan (demand) tembakau dan pengendalian pasokan (supply) tembakau, seperti kebijakan harga dan cukai rokok (pasal 6), perlindungan dari asap rokok (pasal 8), Iklan promosi dan produk sponsor rokok (pasal 13), Edukasi (pasal 12), Perdagangan ilegal produk tembakau (pasal 15), dan sebagainya. Maka dari itu FCTC mempunyai regulasi dan protokol yang cukup jelas dan menjanjikan dalam pengendalian tembakau. Namun, dalam aplikasinya, FCTC memberi kedaulatan sepenuhnya kepada negara untuk disesuaikan dengan keadaan setiap negara.

Saat ini, produsen tembakau terbesar dipegang oleh china (42.8%), Brazil (10.9%), dan India (10.6%). Masing – masing negara tersebut telah meratifikasi FCTC sejak tahun 2005 (India) dan tahun 2006 (China dan Brazil). Setelah meratifikasi FCTC, ketiga negara tersebut mengalami kenaikan produksi sebesar 4.8% dari tahun 2002, Brazil mengalami kenaikan sebesar 0.6% dan India sebesar 1.5%. Sedangkan negara yang belum meratifikasi FCTC mengalami penurunan produkdi tembakau, seperti Indonesia yang mengalami prnurunan sebesar 0.4% dan zimbabwe sebesar 1.3%. Mungkin ini merupaka jawaban bagi pihak yang meragukan FCTC terhadap kesejahteraan para petani tembakau.

Faktanya, Thailand yang telah meratifikasi FCTC sejak tahun 2004 mengalami peningkatan penjualan menjadi 1.793 juta pack rokok di tahun 2004 sedangkan pada tahun 2001 kerika negara tersebut belum meratifikasi FCTC, penjualan rokoknya hanya mencapai 1.793 juta pack. Namun,hal ini juga diikuti oleh penurunan jumlah perokok dari 11.9 juta perokok di tahun 2001 menjadi 11.5 juta perokok di tahun 2004.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa FCTC tidak akan mengurangi kesejahteraan petani tembakau Indonesia dan kita memerlukan pengendalian tembakau dengan regulasi yang jelas dan firm, seperti yang tertuang dalam FCTC. Ditinjau dari aspek mana pun, aksesi FCTC merupakan hal yang urgent bagi bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun