Mohon tunggu...
Gerakan Mahasiswa Pita Ungu
Gerakan Mahasiswa Pita Ungu Mohon Tunggu... -

Gerakan Mahasiswa Pita ungu atau GMPU adalah gerakan mahasiswa yang peduli akan permasalahan kesehatan yang ada dan berkembang saat ini. Mengingat banyaknya permasalahan kesehatan yang terjadi, GMPU memfokuskan gerakannya pada dua masalah, yaitu aksesi FCTC dan drop out RUU Pertembalkauan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masih Perlukah Kita Melindungi Tembakau?

1 Maret 2014   16:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tembakau adalah salah satu permasalahan yang mengalami banyak tarik ulur sejak zaman dulu di negara kita ini. Banyak presespsi yang membela tembakau, mereka beranggapan bahwa tembakau itu tak selamanya negative. Memang benar, tembakau tak hanya digunakan untuk industri rokok saja. Namun, pada realitanya sebagian besar penggunaaan tembakau di Indonesia digunakan untuk industri rokok yang sangat menguntungkan bagi APBN.

Indonesia adalah negara yang APBN nya banyak disumbang dari cukai rokok yang cukup besar, sekitar 57 trilyun. Dan mungkin itu adalah alasan mengapa Indonesia menolak ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sedangkan hamper semua anggota WHO telah meratifikasi FCTC tersebut.

Mungkin benar, dengan meratifikasi FCTC dan menolak rokok, pendapatan Negara ini akan menurun drastis. Namun, resiko dan akibat dari penggunaan rokok akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar di masa yang akan datang yang akan menanggung masalah yang kita timbulkan hari ini adalah anak cucu kita. Apakah kita tega membiarkan anak cucu kita bertangggung jawab atas kelalaian kita masa kini?

Data dari WHO menunjukan bahwa pecandu rokok di Indonesia meningkat secara drastis dari tahun 1995 yang mana terdapat 53,9% perokok menjadi 70% perokok di tahun 2012. Hal ini juga menunjukan bahwa dua dari tiga pria di Indonesia adalah perokok dan menobatkan Indonesia menjadi negara ketiga dengan jumlah perokok terbanyak dibawah China dan India dan sebagian besar dari pria ini adalah remaja dan pria di usia produktif. Bayangkan saja kalau

Lembaga legislatif kita pada awalnya ingin melindungi masyarakat dengan berusaha membuat peraturan yang bertujuan untuk mengurangi dampak buruk rokok bagi kesehatan. Namun, seiring berjalannya waktu, maksud tersebut malah menjadi boomerang yang membuat peraturan itu malah melindungi industri rokok dan bertentangan dengan banyak hal.

Tak kalah penting, jika RUU ini disahkan, maka ada beberapa pencabutan pasal – pasal yang menyatakan bahwa tembakau mengandung bahan aditif yang menyebabkan kecanduan, sehingga tak ada larangan dalam perundang – undangan untuk merokok lagi.

Seperti yang kita ketahui bersama, saat ini sasaran dari industri rokok tak terbatas hanya dari kalangan pria dewasa saja. Namun, sasaran industri ini telah beralih pada para remaja dan wanita. Terbukti pada saat ini, kita dapat menemukan banyak rokok dengan bermacam macam rasa yang menarik seperti rasa stoberi, jeruk, ceri, dan sebagainya. Tentu saja rasa buah – buahan tersebut bukanlah rasa yang ditujukan untuk pria, tetapi untuk para wanita dan remaja. Dengan adanya fakta tersebut, alangkah baiknya jika kita membentengi negara ini dari kehancuran akibat suguhan ‘manis’ dari para produsen rokok.

Sebegian orang menyetujui RUU pertembakauan 2013 dengan dalih melindungi para petani tembakau. Mereka berstatement bahwa para petani akan kehilangan mata pencahariannya tanpa tembakau. Tak dapat disangkal bahwa para petani itu hidup dari tembakau. Namun, masalahnya adalah apa para petani itu sudah mendapat penghidupan yang layak dari tembakau tersebut?

Sungguh ironi, industri tembakau yang merupakan penyumbang besar bagi APBN kita ini tak memperlakukan para pekerjanya dengan baik. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan fair trade. Bagaimana tidak, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) para pekerjanya hanya mendapat upah Rp 785.300,00 per bulan atau Rp 26.177,00 per hari pada bulan Maret 2012. Upah di bidang industri tersebut tersebut sungguh rendah dibandingkan dengan industri lainnya. Coba saja kita bandingkan dengan industri karet yang memberi upah kepada para pekerja sebesar Rp 1.131.400,00 per bulan. Jelas upah yang diberikan kepada para petani itu terlalu rendah dan hanya mencapai 47% dari Upah nasional dan 73% dari UKM pada tahun 2008. Sungguh tidak seimbang dengan laba yang diperoleh perusahaan rokok itu sendiri maupun provit yang membantu APBN Negara kita.

Disamping itu, ada sebuah kasus di Lombok yang cukup mencengangkan tentang industri ini. Fakta di lapangan menunjukan adanya tenaga kerja di bawah umur yang terjun dalam industri rokok. Bayangkan saja, apa yang akan terjadi dengan masa depan bangsa ini ketika generasi mudanya telah diperkenalkan kepada industri rokok sejak dini?

Dari bidang lingkungan, tak diragukan lagi bahwa rokok menjadi salah satu donatur dalam proses Global Warming. Memang penyumbang kerusakan lingkungan dan pencemaran udara tak hanya dari asap rokok saja. Ada banyak donatur lainnya seperti asap kendaraan, asap pabrik, kebekaran hutan, dan sebagainya. Namun, pengguna rokok terus meningkat jumlahnya dari waktu ke waktu -19 milyar batang dari tahun 2011 ke tahun 2012-dan jika semua orang berhenti merokok, dampaknya akan sangat besar untuk mengurangi kerusakan lingkungan kita ini.

Dari segi sosial, merokok merupakan perbuatan yang sangat tidak sopan bagi sebagian besar orang. Bagaimana tidak, asap rokok bukanlah sesuatu yang ‘mengasyikan’ untuk di hirup, malahan sangat berbahaya dan sering menyebabkan orang yang menghirupnya menjadi sesak napas. Celakanya, saat ini penggunba rokok menjamur dimana mana dan kita dapat dengan mudah bertemu secara kebetulan dengan para perokok ini. Dapat dibayangkan, berapa banyak orang yang akhirnya tak bisa menghirup udara bersih lagi, padahal menghirup udara yang bersih adalah hak asasi manusia.

Kita telah memeiliki banyak alasan kuat untuk membatasi ruang lingkup pertembakauan di Negara kita tercinta ini. Maka dari itu, mengapa pengesahan RUU Pertembakauan 2013 ini masih harus dipaksakan?



Referensi

Amigo,Maria. 2010. The Asia Pasific Journal of Anthropology.

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=19¬ab=1(diakses tanggal 15 Oktober 2013)

http://mpn.kominfo.go.id/index.php/2013/06/25/ruu-anti-rokok-v-ruu-pertembakauan/(diakses tanggal 15 Oktober 2013)

http://health.detik.com/read/2013/06/13/092506/2272064/763/bila-disahkan-ruu-pertembakauan-bakal-hapus-semua-larangan-merokok(diakses tanggal 15 Oktober 2013)

http://www.who.int/tobacco/economics/indonesia.pdf(diakses tanggal 15 Oktober 2013)

http://www.dpr.go.id/id/berita/baleg/2013/jun/27/6196/tembakau-seharusnya-tidak-digunakan-untuk-industri-rokok-saja(diakses tanggal 15 Oktober 2013)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun