Pergi ke jiran membawa madu
Tak lupa beli acar mentimun
Lintas batas Entikong-Tebedu
Wujud rukun negara serumpun
PLBN Entikong terletak di desa Entikong, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau letaknya kurang lebih 250 km dari kota Pontianak. Dengan kondisi jalan yang beraspal cukup bagus dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat selama enam hingga tujuh jam (pengalaman pribadi).Â
Wajah baru PLBN Entikong berupa bangunan gedung yang dipadukan dengan ornamen-ornamen khas Kalimantan terutama suku Dayak. Diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2016, gedung PLBN ini nampak jauh lebih megah dibandingkan dengan ICQS Tebedu milik Malaysia.Â
Di antara PLBN aktif di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, PLBN Entikong ini memiliki jarak yang paling dekat dengan ICQS (Immigration, Customs, Quarantine, and Security) Tebedu, Malaysia, bahkan seolah-olah gedung-gedung ini berhadapan saling menunjukkan siapa yang memiliki beranda depan terbaik.
                                     Â
Sejarah PLBN Entikong terbilang cukup panjang. Dimulai dari  Pemufakatan Dasar Lintas Batas Indonesia-Malaysia (Border Arrangement on Border Crossing) yang ditandatangani 26 Mei 1967, kemudian dilanjutkan pada tanggal 24 Agustus 1970 dengan disepakatinya Perjanjian tentang Perdagangan Lintas Batas antara Indonesia dan Malaysia dalam hal pengaturan lalu lintas barang (perdagangan tradisional).Â
Hingga saat itu, pelintasan Entikong-Tebedu masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan harian masyarakat yang tinggal di perbatasan. Pos Lintas Batas baru beroperasi pada 1 Oktober 1989, hal ini menjadikan Pos Lintas Batas Entikong menjadi pos lintas batas pertama di Indonesia.Â
Baru pada 25 Februari 1991, bersamaan dengan pembuatan jalan antara Entikong dan Tebedu, diresmikan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong.Â
Dengan berlakunya PPLB ini maka Entikong tidak hanya melayani pelintas tradisional yang menggunakan dokumen laksana paspor namun juga menjadi pintu akses keluar masuk antar negara secara internasional dan dapat diakses bagi semua warga negara yang memiliki paspor.Â
Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong yang saat ini kita nikmati baru diresmikan pada tahun 2016. PLBN Entikong yang mengintegrasikan berbagai elemen pemerintah mulai dari Bea dan Cukai, Imigrasi, Karantina Pertanian dan instansi terkait lainnya ini berusaha untuk mengatasi permasalahan yang selama ini terjadi di perbatasan Entikong-Tebedu, yaitu: 1. Impor ilegal yang tidak terkontrol; 2. Penyelundupan barang produksi dalam negeri. Dahulu, pengoperasian pos lintas batas Entikong di bawah naungan Kabupaten Sanggau, kemudian dikelola Provinsi Kalimantan Barat dan kini berada dalam pengelolaan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Kementerian Dalam Negeri sama seperti PLBN lainnya di Indonesia.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), selama Oktober 2023 telah terdapat 21.654 pelintas keluar Indonesia dan 19.408 melintas masuk ke Indonesia.Â
Jumlah pelintas di PLBN Entikong menjadi yang tertinggi di antara semua PLBN yang dikelola oleh BNPP. Jarak antara gedung PLBN Entikong dengan ICQS Tebedu sangat dekat, hanya sekitar kurang lebih 300 m. Jarak yang dekat ini memudahkan penduduk, terutama penduduk sekitar yang tidak menggunakan kendaraan untuk melintas.Â
Tidak sampai lima menit, pelintas dapat menyeberang dari satu negara ke negara lain. Dalam gambar di bawah terlihat gerbang Malaysia berwarna putih dan gerbang Indonesia berwarna hitam dengan ornamen khas dayak.Â
Laksana beranda depan sebuah rumah, memasuki gerbang ini memang laksana memasuki halaman rumah orang lain, namun dalam konteks ini kita masuk beranda negara lain.
Pada saat kami berkunjung di sana, waktu menunjukkan pukul empat sore. Satu jam sebelum ICQS dan PLBN tutup, namun masih banyak rombongan, terutama ibu-ibu yang turun dari bus di depan ICQS Tebedu, yang kemudian berjalan kaki melintas menuju Indonesia.Â
Dalam perjalanan antara batas wilayah ini, penulis gunakan untuk sedikit berbincang dengan seorang pelintas. Pelintas yang nampak sudah rutin melintas tersebut membawa keranjang dorong yang berisi barang yang dibeli dari Serian, kota distrik terdekat dari Tebedu.Â
Serian sendiri ternyata merupakan salah satu tujuan penduduk sekitar Entikong untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari, dan dijual kembali di Entikong. Tanpa terasa perbincangan kami berakhir dengan pelintas tersebut masuk ke PLBN Entikong, sedangkan kami karena masuk dari ICQS Tebedu dan tanpa menstempel paspor hanya diijinkan untuk sampai di depan gedung bangunan PLBN Entikong untuk selanjutnya kembali ke Tebedu.Â
Suasana sore tersebut cukup ramai, mengingat minggu sore tersebut PLBN dan ICQS akan segera tutup, banyak mobil yang sudah parkir menyambut pelintas datang dari arah Tebedu untuk diantarkan menuju ke bagian lain di Kalimantan Barat, bisa saja masih di sekitar Entikong namun tak dipungkiri ada juga yang menuju Pontianak.Â
Di depan pintu keluar ICQS Tebedu telah tersedia bus yang siap mengantar pelintas menuju Serian bahkan hingga Kuching. Begitu juga di PLBN Entikong terdapat bus yang mengantarkan hingga Balai Karangan atau bahkan hingga Pontianak.Â
Selain menjadi pintu perlintasan, kawasan PLBN Entikong juga menjadi objek wisata. BNPP mencatat pada Oktober 2023, terdapat 5.122 orang yang berwisata di PLBN ini.Â
Kompleks PLBN sendiri terbilang lengkap, terdapat plaza yang di kelilingi oleh wisma, pasar, gereja, masjid, hingga cafeteria. Bahkan tak jauh dari PLBN telah dipersiapkan Terminal Barang Internasional Entikong untuk mendukung arus ekspor-impor barang.
Sore itu kami melanjutkan perjalanan dari Tebedu menuju Kuching. Dalam perjalanan, kami sempat melintas ke Serian, Kota distrik kecil di Bahagian Samarahan (setingkat kabupaten/kota).Â
Kota tersebut tidak terlalu ramai namun cukup lengkap dengan jalan yang teraspal baik. Kota transit sebelum menuju Kuching ini menjadi pilihan warga Entikong untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, karena lokasinya lebih dekat dan lengkap jika harus dibandingkan dengan Sanggau, ibukota kabupaten maupun Pontianak, ibukota Provinsi yang jaraknya terlalu jauh.
Apabila PLBN Entikong bersolek untuk lebih banyak memikat pelancong, baik warga negara Indonesia yang hendak melintas atau hanya berhenti hingga pintu depan PLBN Entikong, berfoto sejenak berisitirahat di Plaza PLBN Entikong dan kemudian kembali lagi ke daerah asal, ICQS Tebedu nampak lebih sederhana dengan fasilitas yang minimalis.Â
Bangunan ICQS nampak sederhana dengan warna dominan hijau, sekilas bengunan ini mirip dengan kantor pemerintahan orde baru. Jangankan terdapat cafe atau warung, tempat istirahat pun tak ada di ICQS ini. Pelintas yang menanti bus atau kendaraan untuk menuju kota tujuan di Sarawak harus menunggu di bawah sinar matahari.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Sanggau, nilai ekspor melalui Entikong cenderung naik dari 7.553.081,22 juta rupiah di tahun 2017 menjadi 13.348.606,24 di tahun 2021. Nilai ini lebih rendah daripada nilai impor yang mengalami kenaikan walau pun tidak terlalu signifikan dari 9.341.477,59 juta rupiah di tahun 2017 menjadi 12.101.582,67 juta rupiah di tahun 2021.Â
Kenaikan ekspor yang lebih tinggi dari impor ini menjadi salah satu indikasi bahwa Entikong menjadi jalur pilihan oleh eksportir. Dengan beroperasinya terminal barang internasional (drypot) Entikong diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor di Entikong yang berujung pada perkembangan ekonomi.Â
PLBN Entikong menjadi strategis karena: 1. Akses jalan yang bagus dan mulus; 2. Tersedia fasilitas PLBN dan pendukungnya yang baik dan memadai, 3. PLBN yang terdekat dari Pontianak, sehingga tidak menjadi pintu masuk ekspor impor saja namun juga arus keluar masuk orang.
Potensi ini yang seharusnya dioptimalkan oleh Entikong. Terminal Barang Internasional (dryport) yang telah diresmikan sejah tahun 2019 seharusnya segera dioperasikan sebagai salah satu upaya untuk mengejar ketertinggalan dengan Tebedu. Entikong-Tebedu merupakan jalur perlintasan antar dua negara yang tertua di Indonesia.Â
Dengan akses jalan yang baik tentu arus barang baik keluar masuk menjadi mudah, dan tentu saja ditambah dengan fasilitas penunjang yang memadai seperti plaza dan dryport. Sudah selayaknya Entikong sebagai beranda depan tertua di Indonesia kian bersolek untuk tak hanya menarik pelancong, namun juga mampu sebagai salah satu pintu ekspor utama Indonesia.
 Penulis: Gilang M. Pangastomo, Umi Yeni L, Rivta M.G.S
Mahasiswa, Prodi Magister Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura
Referensi
https://www.antaranews.com/berita/268048/inland-port-malaysia-sambut-baik-bandar-entikong#mobile-src
https://tasbara.bnpp.go.id/laporan-bulanan#nav-kedatangan
https://dayakdaily.com/tebedu-industrial-estate-equipped-with-basic-facilities/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H