Memandang... Kumemandang jauh... Kepadamu yang begitu jauh.
Menunggu... Kumenunggu dirimu... Yang entah sampai kapan akan tahu... Apa yang ada di hatiku.
Seandainya... Aku bisa bertemu dan mengungkapkan segala rasa ini padamu, tentu saja akan lega rasanya. Aku tak perlu balasan cintamu. Karena kutahu aku tak akan mungkin bisa bersamamu. Aku hanya ingin kautahu segala isi hatiku. Dan jika bisa kuingin jadi sahabatmu.Â
"Kau yakin tak ingin bersama pria pujaanmu itu, Tiana?" suara Bibi Stella mengejutkanku, membuyarkan semua lamunanku.
"Bibi bicara apa. sih?" kataku. Bibi bisa membaca pikiran. Kadang aku benci dengan kemampuannya. Ia terkesan kepo, walau sebenarnya ia itu perhatian. Katanya, kepo is care. Tapi kepo itu kadang mengganggu kalau suasana hatimu lagi tak bagus.
"Sudahlah, tak usah menghindar. Bibi tahu apa yang kaupikirkan," katanya. "Kapten Radcliff tak akan tahu isi hatimu jika kau hanya duduk diam di sini memandangnya dari kejauhan. Duit tak akan jatuh cuma-cuma dari langit. Kau harus bekerja untuk mendapatkannya!"
"Aku ingin tapi aku takut...," gumamku.
"Lupakan rasa takutmu! Pergi dan temui dia! Hasilnya cuma ada dua, ditolak atau diterima. Semua ada risikonya. Bibi akan membantumu!"
* * *
Di sinilah aku... menunggu di ujung dermaga, menunggu munculnya Kapten Radcliff yang kupuja. Satu menit... Dua menit... Di menit ketujuh ia muncul di dermaga.
"Kapten Radcliff!" seruku memanggilnya.