[caption caption="sumber foto: https://www.flickr.com/photos/moriza/230668487/"][/caption]sumber foto: https://www.flickr.com/photos/moriza/230668487/
Teriknya matahari begitu menyengat, membuat kulit serasa terbakar. Aku menyeka keringat yang jatuh bercucuran di pelipisku sambil menatap ke jalanan yang ramai oleh mobil lalu-lalang. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar bunyi lonceng. Sebuah gerobak berwarna hijau berhenti di emperan jalan tak jauh dari tempat aku berdiri.
‘Es Cendhol Spesial?’ tanyaku dalam hati saat membaca tulisan yang ada di gerobak itu. ‘Tulisan cendolnya aneh! Kok ada huruf H-nya?’ pikirku.
“Wah, ada es cendol!” seru kakakku dari belakangku.
“Kakak mau beli?” tanyaku.
“Ayo kita ke sana!” ajak kakakku. Tanpa mendengar jawabanku ia langsung membuka pintu pagar rumah dan berlari ke arah gerobak es cendol. Aku bergegas mengikuti kakakku.
“Pak, aku mau es cendolnya!” seru kakakku pada Bapak penjual es cendol. “Adik juga mau, kan?” tanya kakakku padaku. Aku mengangguk.
“Ini bukan es cendol biasa, Nak. Ini es cendol spesial yang luar biasa. Kalian harus menyebutnya ES CENDHOL! Seperti tulisan di gerobak ini, lho!” terang si Bapak sambil menunjuk tulisan di gerobaknya. “Huruf H-nya harus jelas terdengar! Ayo coba ulangi apa yang Bapak katakan. ES…” Aku dan kakakku mengikuti perintahnya. “CEN-DHOL!” lanjutnya. Kami pun kompak mengikutinya lagi, termasuk memonyongkan bibir seperti yang dilakukan si Bapak.
“Nah, lihat warna-warni di toples ini. Beda, kan, sama es cendol yang biasa kalian temui?” katanya. Kami kompak mengangguk.
“Kok ada yang warna biru? Apa itu, Pak? Apa rasanya?” cecarku pada Bapak penjual es.