“Baiklah! Saya ingin melakukannya!” kataku akhirnya, sungguh-sungguh, setelah berpikir selama beberapa saat. “Lalu, kalau saya sudah berhasil ke masa lalu, bagaimana caranya untuk kembali ke masa sekarang?”
“Sinar matamu dipenuhi oleh api cinta yang membara saat mengatakannya—sungguh keren! Kamu mengingatkan saya saat muda dulu, Anak Muda… Hohohoho! Ah, ya, tentu saja, mengenai caranya untuk kembali ke masa sekarang, saya sudah memikirkannya. Ini!” Profesor Haris mengeluarkan sebuah jam tangan model sport dari laci meja kerjanya dan menyerahkannya padaku.
Aku menerimanya dan menelitinya. Jam tangan yang bagus! Namun seketika penilaianku itu segera berubah manakala membalik bagian belakangnya dan menemukan—pada huruf yang lebih kecil di bagian stainless steel terdapat tulisan ‘Made in China’.
“Hei, itu tidak semurah kelihatannya!” celetuk Profesor Haris. “Saya sudah memodifikasi jam tangan itu dengan berbagai peralatan canggih. Nih! Kamu bisa mengatur sendiri jam dan tanggal hari untuk menjelajah dan berpindah waktu. Kalau sudah, kamu tinggal menekan tombol ini untuk mengirim sandi ke komputer saya. Sandi ini akan diubah menjadi permintaan untuk membuka portal lubang waktu, lalu eksekusi selanjutnya berada di tangan saya. Jam tangan ini juga disertai GPS untuk memantau keberadaanmu. Nah, kalau kamu menekan tombol di samping ini kamu bisa berkomunikasi dengan saya… Hebat, bukan? Hohohoho!”
“Ya, Kakek memang seorang profesor yang hebat! Tapi, hmm… yang bagian ‘berkomunikasi lewat jam tangan itu’ bukankah itu seperti yang ada di film Power Rangers ketika saya masih kecil dulu?” selorohku yang langsung membuat senyum yang sempat mengembang sedemikian rupa di wajah si profesor mengkerut. Aku terkikik menang.
“Nah! Baiklah, kalau kamu sudah siap kita akan melakukannya setelah makan siang! Sementara itu Bi Anis, pembantu saya yang setia, telah menyiapkan santap siang. Kamu harus mencicipi masakannya yang luar biasa, Anak Muda. Bukankah kita tidak boleh melakukan sesuatu yang besar dengan perut kosong? Ayo!”
Profesor Haris sungguh orang yang menyenangkan dan baik hati. Ia bahkan menyadari kalau sudah dua hari ini aku tak menyentuh makanan karena terus memikirkan soal Jingga. Mungkin ia bisa melihatnya dari penampilanku yang kuyu dan tak bergairah seperti orang yang telah kehilangan separuh nyawanya karena patah hati. Namun sekarang jiwaku telah terisi semangat lagi. Aku sungguh beruntung mengenalnya.
Tunggu saja, Jingga! Aku akan datang untukmu dan menyelamatkanmu…
[bersambung...]
Kisah Langit Jingga (01)
Kisah Langit Jingga (02)
Kisah Langit Jingga (03)
Kisah Langit Jingga (04)
Kisah Langit Jingga (05)
Kisah Langit Jingga (06)
Kisah Langit Jingga (08)
Kisah Langit Jingga (09)
Kisah Langit Jingga (10 - Selesai)
>>Baca dan berlangganan karya saya lainnya disini.
>>Kunjungi juga blog saya di http://sihirkata.blogspot.com.