Mohon tunggu...
Adhi Glory
Adhi Glory Mohon Tunggu... -

Saya seorang maniak "One Piece", penyuka "Purple Cow", saat ini berdomisili di Palembang. Silakan hubungi saya di glory2go@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cappuccino-mate (01)

3 Februari 2011   14:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:55 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pengantar singkat:

Cerita ini diambil dari e-book "Love Stuff: Kumpulan Cerpen Cinta Paling Ciamiiik...!!" karya saya. E-book ini gratis dan bisa kamu download disini.

Oke, mari kita mulai saja ceritanya...

Kami berdua duduk saling berhadapan di sebuah meja di pojokan sebuah kafe. Di atas meja, tepat di hadapan kami masing-masing terhidang segelas orange juice dan secangkir cappuccino. Tapi Nadine, cewek berkulit kuning langsat dan berambut hitam sebahu di hadapanku itu, malah sama sekali tidak menyentuh minuman berwarna coklat beraroma khas dari Itali itu. Padahal aku tahu, itu adalah minuman favoritnya dan ia sangat menyukai rasanya yang khas dan pas (begitu katanya suatu kali ketika kutanyakan kenapa ia selalu memesan minuman yang sama setiap kali datang ke tempat ini), dan aku sengaja memesankannya untuknya. Tapi ya, itu, sedari tadi ia tidak bergerak untuk menyentuhnya apalagi langsung menyeruputnya—seperti yang biasa dilakukannya begitu sang waitress selesai menaruhnya di atas meja, setelah sebelumnya sempat bilang “Makasih...”. Jelas kalau saat ini mood-nya sedang tidak bagus. Kini, mendadak bayangan wajah Nadine yang selalu tersenyum dan penuh keriangan, yang selalu terbayang di mataku itu, berganti menjadi sosok murung dan dan tertunduk sedih di hadapanku. Bulir-bulir kesedihan tampak masih mengambang di kedua sudut matanya.

Sementara aku, sedari tadi hanya diam dan tak tahu harus berbuat apa.
Ya, aku tak pernah menghadapi situasi seperti ini sebelumnya. Nadine yang kukenal adalah sosok yang ceria dan periang. Berdua, biasanya kami selalu menghabiskan waktu dengan canda tawa di tempat ini. Buakan saat-saat yang tidak menyenangkan dan tidak mengasikkan seperti ini, dimana aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Tapi sebagai sahabat, tentu saja aku ingin bisa memberdayakan diriku dan membantunya sebisa mungkin.
Aku mengulurkan sebuah sapu tangan. Nadine menerimanya, lalu disekanya air matanya yang menganak-sungai di pipinya.
Ada puluhan tanda tanya yang berputar-putar di atas kepalaku saat ini. Dan mungkin ada ratusan kata “kenapa” yang bergemuruh dan menggumpal di dalam kepalaku, memaksa untuk keluar. Tapi aku tak sampai hati untuk menyakannya, karena sejenak aku ingin membiarkannya mengeluarkan seluruh emosi dan segenap kesedihan yang menyesakkan rongga dadanya. Aku menatap Nadine penuh simpati.
Biarlah ia sendiri nanti yang akan cerita… pikirku.
Kenapa? Aku sendiri tidak jelas apa masalahnya. Tapi seingatku, aku segera meluncur ke tempat ini begitu mendapat telepon dari Nadine—dan tadi ia sempat menyebut-nyebut soal Zakki...
“Hallo?” kataku, mengangkat ponselku. Sore itu aku tengah asyik membaca komik One Piece favoritku ketika sebuah dering handphone menyadarkanku.
Terdengar suara Nadine di ujung sana. “Ga...!” Suaranya patah-patah. Dan tiba-tiba ia terisak kayak di sinetron!
“Ada apa, Nad? Lo kenapa!?”
“Gue... Zakki, Ga...!”
“Lo di mana sekarang? Di tempat biasa? Oke, tunggu disitu, gue segera ke sana ya!”
Tentu saja aku jadi terkejut dan khawatir mendengar telepon itu. Dan sekarang aku sudah berada di sini. Nadine menatapku. Ada kesedihan dan rasa kecewa mengambang di pelupuk matanya.
“Sekarang gue tahu, Ga,” katanya akhirnya, dengan agak tertahan. Suaranya terdengar parau dan lirih. “Kenapa belakangan ini Zakki selalu menghindar setiap kali gue samperin, atau kenapa dia nggak pernah ngerespon telepon atau sms-sms gue beberapa hari terakhir ini. Juga kenapa selalu saja ada alasannya untuk menolak setiap kali gue ajak jalan. Dan segenap kenapa-kenapa lainnya ... gue sudah tau semuanya! Gue sudah tau, Ga!”
[bersambung...]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun