Mohon tunggu...
Gloria Seraphine
Gloria Seraphine Mohon Tunggu... -

Mahasiswi PSIK UNDIP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merbabu Negeri di Atas Awan

21 September 2011   10:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:45 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perjalanan berlanjut kembali menuju Kopeng tepatnya di desa Cuntel untuk menapakkan kaki kami kembali di sebuah gunung yang agung, Gunung Merbabu. Dengan hanya bermodalkan peralatan dan biaya yang pas-pasan kami para petualang siap untuk menjelajahi keagungan Merbabu. Bis membawa kami yang hanya berjumlah empat orang menuju ke Kopeng. Perjalanan menju base camp kami lanjutkan dengan berjalan kaki. Regristrasi, persiapan barang, merencanakan perjalanan, mengira-ngira medan, dan berdoa itulah hal yang kami lakukan di base camp Merbabu, desa Cuntel. Sekitar pukul lima sore, kami mulai berjalan meninggalkan base camp dan petualangan kami pun di mulai. Beban bawaan yang berat dan medan yang terjal membuat langkah kami terasa sangat berat.Selama lebih dari setengah jam kami melewati hutan pinus. Kami memutuskan untuk mendirikan tenda di pos bayangan dua. Dengan hanya mengandalkan cahaya senter, kami mendirikan tenda dan membuat makan malam. Kami memilih untuk mendirikan tenda di pos bayangan dua karena di sana tersedia sumber mata air, selain itu kami perlu melakukan adaptasi dengan ketinggian dan cuaca.

Kami bangun tepat pukul empat pagi dan mulai pendakian kembali pukul lima. Sembari menggendong tas kami yang berat, telah muncul tekad kuat kami untuk sampai menuju puncak. Sungguh besar keagungan Tuhan, pos pertama membuat kami berdecak kagum atas keindahan ciptaannya. Nampak dari kejauhan barisan pohon pinus berjejer, siluet langit biru yang sangat indah. Semua lelah kami terobati dan kami semakin bersemangat untuk melanjutkan perjalanan ini. Puncak Menanti !!! itu kata-kata yang selalu kami teriakkan.

Perjalanan semakin berat. Medan yang kami lewati semakin terjal dan terasa sangat jauh.  Di pos dua sudah terbentang di hadapan kami pemandangan yang lebih indah dari yang pernah kami lihat. Puncak Gunung Ungaran terlihat jelas berada di bawa kami. Gunung Sindoro, Sumbing, Merapi sejajar dengan tempat kami berpijak. Kami beristirahat sembari menikmati pemandangan yang sangat indah ini sebelum melanjutkan ke pos berikutnya.

Perjalanan kami lanjutkan menuju pos ke tiga , di pos tersebut kami memutuskan untuk makan siang di camping ground yang terletak di pos tersebut. Di pos tiga, kami hanya bisa memandang pos empat yang ditandai dengan adanya tower pemancar. Melihat medan yang harus kami lalui untuk dapat menuju pos empat benar-benar membuat kami pesimis. Apalagi dengan melihat keadaan salah satu teman kami yang sakit. Kami berniat untuk bermalam di pos tiga tersebut. Namun kami terus melanjutkan perjalanan menuju pos empat karena kami takut apabila kami bermalam lebih lama kami akan kehabisan bahan makanan.

Perjalanan menuju pos empat tidak seburuk yang kami bayangkan. Kami di sambut dengan hamparan padang bunga edelweis, yang sangat menawan. Semakin menjauhi pos tiga, medan yang kami lalui sangat berta. Berbatu dan berpasir sehingga kami harus terperosok berkali-kali. Keadaan teman kami semakin memburuk. Di pertengahan perjalanan kami membagi bawaan teman kami yang sakit tersebut agar dapat mengurangi bebannya.

Dengan penuh perjuangan kami tiba di pos empat. Setelah beristirahat dan berunding, dengan berat hati kami memutuskan tidak meneruskan perjalanan sampai ke puncak karena kondisi teman kami yang sakit. Malam terakhir, kami habiskan dengan bermalam dan sekitar pukul tiga pagi, kami bangun untuk menyaksikan sun rise.Sangat indah dan dapat mengobati kekecewaan kami karena tidak sampai ke puncak. "Inilah surga dunia". Kami merasa tenang, damai, semua beban dan lelah terasa hilang. Dengan siluet langit yang berwarna merah, latar belakang sembilan gunung lain, awan berada di bawah kami. Inilah pesona "Merbabu negeri di atas awan". Kami duduk dan menikmati sun rise, menunggu hangatnya matahari yang menerobos masuk dari balik awan yang mengusir semua dingin yang kami rasakan. Inilah mengapa kami rela untuk meninggalkan semuanya dan bersahabat dengan ALAM.

Bintang jatuh, kunang-kunang, edelweis adalah bonus keindahan bagi orang-orang yang mau mencoba bersahabat dengan alam. Apapun yang orang katakan, bagi kami, bagi saya bukan masalah gender yang dapat menghalangi saya untuk mendaki gunung. Gunung bersahabat bagi siapapun yang juga mau menghargai nya. Bagi saya olahraga mendaki gunung telah menjadi bagian dari jiwa saya. Saya berharap di almamater saya yang baru UNDIP saya tetap dapat menyalurkan minat saya ini.

Terimakasih untuk Andhy Wijanarko, Maria Prima, Albertus Bayu sahabat pejuang pembaharu dunia ku...

Pencinta Alam

1. Tidak membunuh apapun kecuali WAKTU

2. Tidak mengambil apapun kecuali GAMBAR

3. Tidak meninggalkan apapun kecuali JEJAK

"Mie Instan yang paling enak adalah mie instan yang di masak di puncak gunung"

"Kita tidak menaklukkan gunung, tetapi kita mencoba bersahabat dengannya"

"Jiwa petualang adalah yang mau  menghargai teman bukan untuk dirinya sendiri walaupun keinginan itu hanya tinggal setapak kaki"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun