Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Ibu: Daddy Teaches Me How To Play The Game, Mommy Teaches Me How To Survive

22 Desember 2015   11:35 Diperbarui: 22 Desember 2015   13:48 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini aku keluar rumah dan melihat bocah lelaki, anak tetanggaku, menangis di depan pagar rumahnya meraung-raung, ibunya mengomeli dia.

"Sudah. Kamu di luar saja, nakal banget sih. Kamu gausah makan, biarin kamu diluar saja," ujar si Ibu sambil menyapu halaman terasnya, ngedumel, dan memindahkan sepeda si bocah.

Saya memang tidak tahu duduk persoalan mereka apa, tetapi hati saya tiba-tiba tersentak dan saya berujar sedikit, "Duh, jadi Ibu susah deh. Kalau anaknya nakal. Ngomel. Bawel. Tapi kalau jadi anak juga sedih, dimarahin mulu sama Ibunya. Duh jadi Ibu susah," ucapku kecil sambil menghela nafas panjang melanjutkan perjalanan.

Ini hari Ibu, sejak pagi aku belum mengucapkan selamat hari Ibu untuk ibuku sendiri. Biasanya aku suka sok manis mengucapkan kepadanya saat sarapan. Tetapi untuk kali ini aku tak terlalu peduli, social media saja aku buka semua menyarankan user mengucapkan selamat Hari Ibu kepada Ibu mereka tanpa banyak menerangkan sejarah Hari Ibu. Mengapa ada Hari Ibu, tentang Kongres Perempuan yang memperjuangkan hak kesetaraan, dan tentunya agenda penting menolak pernikahan dini.

Aku mau berbicara tidak lagi soal sejarah, seolah-olah aku manusia paling berbudaya. Aku sudah beberapa kali juga menceritakan bagi secara langsung maupun tidak langsung soal Hari Ibu, informasi yang kudapat baik dari diskusi bersama Blessty beberapa tahun lalu ataupun dari buku bacaan. Terserah bagi lelaki atau perempuan Indonesia mau mencari tahu lebih lanjut soal sejarahnya atau hanya copy paste dari Wikipedia.

Ngomong-ngomong soal agenda pernikahan dini, agenda itu terasa begitu penting pada saat kongres perempuan, bukan hanya tentang perempuan yang menuntut kesetaraan. Hello, lama-lama saya berpikir otak perempuan juga jangan mau terbelenggu ruang bahwa dia tak setara dengan lelaki. Kita setara, tapi tak sama.

Pernikahan dini memang menyebabkan banyak resiko, kematian Ibu, ketidaksiapan emosional mendidik anak, ketidaksiapan memanusiakan manusia. Jadi jangan heran kalau ada saja anak dan bayi yang dibuang ibunya atau ayahnya.

Jadi alasan saya sekarang kalau pun saya harus mengucapkan selamat hari Ibu untuk Ibu saya, bukan karena dia sudah melahirkan dan mengasihi saya. Semua perempuan berpotensi melahirkan, karena memang mekanisme kodratnya demikian. Semua perempuan secara hormonal saja berpotensi besar untuk menyayangi anaknya. Oleh sebab itu saya mengucapkan selamat kepada Ibu saya, karena dia mengusung agenda yang sama saat mendidik saya dan adik saya. Agenda bahwa, "kamu sebagai perempuan juga harus punya cita-cita memperbaiki dunia."

Ibu saya tidak manis layaknya ibu-ibu handai taulan. Dia keras. Saya dididik dengan tegas. Dia mengajarkan saya membaca, jika saya salah dia bisa main tangan. Dia mengajarkan saya tekun belajar matematika, selain karena dia guru matematika, dia bilang matematika penting supaya saya jangan mudah ditipu orang. Tetapi entah sejak itu saya malah suka membaca dan mau terus belajar matematika hingga masuk IPA.

Setiap saya dibully karena saya berbeda, saya berkulit hitam, jelek, berambut keriting, orang Flores yang di cap cuma banyak jadi TKI atau pembantu maka di masa depan palingan saya hanya akan jadi pembantu. Atau dihina hanya saya pulang pergi sekolah cuma naik angkot, mobil ayah cuma mobil murah carry hitam milik kantor, dan lain sebagainya, maka ibu saya akan memarahi saya jika saya hanya diam dan menangis di rumah. Ada kalanya juga Ibu saya sendiri yang maju memarahi anak anak nakal itu. Setelah memarahi mereka, Ibu akan memarahi saya.

"Kamu kalau dihina orang harus lawan. Kamu sama dengan mereka. Kamu setara. Jangan mau kalah. Kalau dihina orang jadikan cambuk, jangan cengeng," tegasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun