Tulisan ini tidak akan pernah ada jika saya tak melalui perjalanan seorang diri dari Surabaya ke Tuban dengan menggunakan mobil travel pada 12 Desember 2018 lalu. Perasaan ditelantarkan oleh pengundang acara yang ingin saya liput, coba saya tepis dengan membatin, "Jangan manja kamu. Jadi jurnalis jangan manja, anggap ini pengalaman tak perlu bete lama-lama."
Itulah saya, orang yang selalu ingin positif sampai kerap membuat kesal teman-teman saya yang terlampau analitis bin pesimistis. Malam panjang yang jatuh antara Surabaya sampai Tuban itu membawa saya pada permenungan panjang.
Iseng menanti mobil travel yang tak kunjung bergerak dari parkiran Bandara Juanda, saya pun membuka handphone, tentu saja log-in Instagram, dan iseng lihat instastories, apa sih yang dilakukan orang-orang pada sekitar pukul 21.00 WIB.
Terus melakukan pengecekan instastories tanpa benar-benar serius, malah merasa menghabiskan paket data dan baterai handphone, akhirnya saya tersentak. Ada unggahan terbaru dari @indonesiafeminis yang merepost unggahan dari akun Magdalene @magdaleneid. Sontak saya terperanjat karena itu adalah cuplikan kritik terhadap berita media online yang bias gender.
Tak tanggung-tanggung, itu adalah pemberitaan dari Tempo.co yang menulis pada judul berita "Gisel Bercerai, 6 Kesalahan Perempuan dalam Pernikahan." Nah, yang paling menyentak lagi buat saya adalah penulis berita dilansir dari Bisnis.com, yang mana adalah media tempat saya bekerja. Editor dari Tempo.co yang menulis ulang berita ini seorang perempuan.
Akibat insting penasaran dan rasa terganggu dengan komentar Magdalene; "#WTFMedia Dari mana mulainya ya ini *sigh* Pertama, nama rubriknya sungguh norak ("Cantik // Cantik Cinta" Really??). Kedua, wow, selalu menyalahkan pihak perempuan dan menekankan kesalahan perempuan. Ini bukan hanya tidak fair tetapi juga seksis dan menguatkan stereotip yang gak benar. Ketiga, Tempo, reaaally? Byline disebut bisnis.com tapi ngapain diambil ya artikel semacam ini? #WTFMedia #SMH".
Saya pun mengecek artikel asli dari kantor saya, yang kebetulan ditulis oleh seorang reporter muda, dan juga seorang perempuan. Artikel asli berbeda judul dari yang dituliskan Tempo. Alasannya, artikel ini murni hanya mengatakan dalam judul "6 Kesalahan Perempuan dalam Pernikahan."Â
Artikel ini adalah naskah terjemahan dari media online asing mengutip penelitian psikologi soal relasi rumah tangga. Namun, perlu diakui, angle pemberitaan dari hasil penelitian ini adalah soal kesalahan perempuan dalam rumah tangga.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/22/screenshot-20181212-212207-5c1e429bc112fe049773eb52.jpg?t=o&v=770)
Saya terlempar jauh pada ucapan Mbak Monica W. Satyajati, seorang psikolog dari UNIKA Soegijapranata Semarang. Dia mengaku selama ini terlalu banyak penelitian soal pengasuhan anak yang mengambil perempuan sebagai objek penelitian. Hal ini menandakan bahwa perempuan dijadikan subjek tunggal yang mengasuh anak. Penelitian-penelitian psikologi seperti ini yang mengafirmasi domestifikasi perempuan.