Mungkin terkesan agak klenik, tetapi kepergian Gama membawa sebuah tanda yang indah, tentang kerukunan antar umat beragama. Tentang toleransi. Tentang cinta kasih. Saya belajar tentang tanda dari Tuhan bahwa Dia bisa memberi dukacita yang sama dengan sukacita bagi umat beragama.Â
Gama pergi bersamaan dengan dua hari raya keagamaan kedua orangtuanya, yang mana menurut saya dua perayaan tersebut sangat besar maknanya, tentang kenaikan Putra Allah dan perjalanan menembus waktu Nabi Muhammad SAW. Dalam doa ayah ibunya yang berbeda, Gama berangkat menembus alam nirwana bersama isa Al-Masih dan Muhammad.
Ah, saya jadi teringat kata-kata ayah saya, sehari sebelum kepergian Gama, tepat pada hari Kenaikan Isa Al Masih tentang cerita anak-anak yang lahir berbeda agama. Tentang bagaimana alam raya mengajarkan mereka tentang toleransi. Cerita ayah juga spontan membuat saya teringat kakak-kakak saya yang juga lahir dari keluarga berbeda agama.
Kata orang, sebaiknya menikahkah dengan orang yang sama, tetapi tidak semua orang bernasib sama. Setidaknya saya jadi diingatkan lagi, dalam perjalanan ke depan, kapanpun dan siapapun kita bisa jatuh hati, dan kepada siapa berakhir, jadikanlah itu sebagai momentum untuk mengubah dunia bersama.
Saya tidak tahu mengapa saya perlu menuliskan ini, tetapi saya berharap siapapun yang membacanya bisa membuka pikiran secara toleran terhadap perbedaan, siapapun yang membacanya bisa dikuatkan, dan bahwa dalam setiap perbedaan yang disatukan sesungguhnya itu tidak pernah lepas dari rancangan tangan Allah. Saya percaya, cinta kasih itu mengubah segalanya.Â
Selamat Jalan Gama yang baik. Waktu dan rencangan Allah sungguh luar biasa dalam hidupmu, dan hal kecil seperti ini sangat terkenang bagiku, baik-baiklah di surga. Salam buat Yesus dan Muhammad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H