Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

AGENDA 18 - Kisah Di Balik H-1 Valentine

14 Februari 2016   23:38 Diperbarui: 15 Februari 2016   00:17 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses dilalui bisa saya katakan luar biasa. Ada fase dimana 7 perempuan ini bersitegang pula karena beda pendapat, salah satunya saya. Ada fase kepanikkan yang memicu kecemasan massal dan lain sebagainya. Maklum 7 perempuan ini juga sudah memiliki pekerjaan dan tegangan yang cukup besar tentu dari masing-masing bidang pekerjaannya. Fase itu ternyata membawa daya, energi baru, yang membawa persatuan kian kokoh.

Kami mengurus sendiri penerbitan secara independen. Mendanai sendiri segala keperluan tanpa bantuan alumni dan mentor. Bukan mereka pelit, tetapi kami tak mau membuat repot. Hanya Kak Vikth yang paling setia sejak awal penyusunan naskah sampai akhir menemani kami. Tiada lelah Kak Vikth membantu bahkan hingga akhir dia memberi banyak surprise tambahan. Tenaga. Waktu. Biaya. Terkuras demi kami dengan alasan, "gue kasian sama kalian kayak anak hilang". Ah Kak Vikth, bisa apa aku tanpa senior Taurus ini. Hatimu sungguh baik. Semoga Tuhan membalasnya. Alhasil, kami saweran seadanya, bagi penulis yang mau terlibat dan tidak terbebani. Bebas. Kami menjual kaos guna menambal keuangan kami agar isinya tidak kosong.

Hari-hari penuh penantian nyaris tiba. Cobaan tidak selesai juga. Saya sebagai pihak yang mengajukan undangan kepada Wagub Djarot pun memastikan kembali kehadiran beliau. Konfirmasi saya lakukan langsung ke kantornya. Konfirmasi pada H-2 Beliau tetap dinyatakan datang.

Sampai akhirnya H-1 cobaan bertubi-tubi datang. Dari mulai saat malam saya tidak bisa tidur dan malah menangis karena adik saya di Cibeber mendapat cobaan. Bella menelepon dan chat saya via LINE bahwa temannya kesurupan. Sepanjang malam dari jauh Ibu saya dan saya mendoakan anak yang kesurupan itu via telepon agar terbebas dari roh jahat. Anak itu meronta-ronta menolak suara doa Ibu saya. Adik saya pun mendoakan anak itu dengan rosario, namun ketika anak itu bebas, roh jahat itu menyerang adik saya. Adik saya tidak kesurupan tepatnya, tetapi dia dibuat panas tangannya oleh roh jahat tersebut. Pergulatan luar biasa yang membuat saya menangis malam itu.

Keesokannya, saya harus merasakan sulitnya mengambil pinjaman amplifier di Depok (maklum gratisan). Lalu hujan mengguyur Toko Buku Obor, membuat khawatir hujan ini akan terulang besok saat acara berlangsung.

Sampai tibalah kabar pada sore hari secara mendadak Wagub berhalangan hadir karena harus merapat ke Yogyakarta, alasannya ada sebuah urusan yang tidak dapat ditunda. Entah apa. Saya pun menerima keputusan itu. Pihak Pemda menawarkan narasumber lain, yakni Asisten Deputi Industri dan Perdagangan. Saya dan kawan-kawan sepakat, tidak perlu ada penggantian narasumber jika yang datang tidak sesuai dengan topik diskusi. Dua narasumber nampaknya cukup.

Saya pun tidak merasa khawatir dengan batalnya kedatangan Wagub, dengan demikian Agenda 18 juga terbebas dari cap bahwa kami adalah alat politik pemerintah. Atau sebaliknya, kami adalah alat politik jelang Pilgub. Hahahaha, picik sekali pikiran itu. Tetapi saya bisa membaui saratnya pikiran seperti itu.

Hal itu masih belum selesai dengan adanya surat edaran dari PLN bahwa pada tanggal 13 Februari 2016 pada jam 10 hingga 5 sore akan ada pemadaman di area Menteng. Hal itu seperti cobaan baru yang hendak menguras tiga perempuan yang sedang bebenah untuk acara esok hari; saya, Jenni, dan Blessty.

Sempat saya membatin apa yang harus saya lakukan? Tiba-tiba saya teringat masa lalu, saat manis di kuliah bersama teman-teman. Ini bukan kepanikkan yang baru, ini kepanikkan yang sama dengan kepanikkan yang dulu. Saya ingat Zidny Nafian, sahabat dan partner kerja saya di Ultimagz, dia berkata segala sesuatu harus nekat. "the show must go on."

Jenni mulai nampak lelah, begitu pula Blessty. Dia sampai tertidur di kursi. Saya pun menelepon PLN sekadar meminta bantuan agar jangan ada pemadaman. Sayangnya call center tidak bisa memastikan apakah Gardu T40, gardu listrik Obor tidak akan mati esok. Saya menelpon supervisor lapangan tetapi tidak ada jawaban. Saya hanya tersenyum saja dalam hati dan berkata, "Fiat Voluntas Tua". Ya, Jadilah kehendakMu Bapa. Jika esok harus mati lampu, terjadilah. Itulah realitas yang juga tak lepas dari wajah Jakarta. Ingat, Show Must Go On.

Saat hendak pulang, Jenni beruntung mendapatkan GoJek. Tetapi tidak dengan saya dan Blessty. Kami memutuskan mau tidak mau naik kereta dari Sudirman. Kami membeli dulu roti O sebelum naik kereta. Kami berdua mengalah pada hiruk pikuk orang yang mental pemakai transportasi belum maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun