Setiap manusia dalam kehidupannya pasti melakukan penafsiran penafsiran mengenai segala bentuk komunikasi, termasuk pesan yang dia terima. Interpretasi digunakan untuk memberi kesan dan pemaknaan terhadap sesuatu yang ia terima melalui interaksi dan bisa tetap memberikan respon terhadap pemberi pesan. Interpretasi yang salah tidaklah menggagalkan perilaku komunikasi, tetapi akan memberikan kesalahan dalam respon yang akan dilakukan selanjutnya. Memang interpretasi atau penafsiran seseorang terhadap sebuah pesan yang dia terima tidak bisa dikendalikan dan dipaksakan sesuai dengan keinginan kita. Tetapi untuk sesuatu yang umum dan disepakati secara bersama dalam sebuah komunitas atau bahkan yang sudah dianggap menjadi sama diseluruh tempat tidaklah diperbolehkan untk menafsirkan sesuatu menjadi berubah jauh dari substansinya.
Peribahasa adalah sebuah kearifan lokal dari setiap kelompok masyarakat yang berasal dari aspek afektif dan kognitif mereka mengenai kehidupan dan bagaimana menjalani hidup dimasa depan. Hal tersebut menciptakan berbagai macam karakter yang membuat setiap karakter dari seseorang disetiap daerah berbeda beda dalam bertindak dan memberikan visinya mengenai kehidupan dan mereka jalankan sehari-hari. Peribahasa ini bukanlah sesuatu yang memang harus dilaksanakan. Tetapi ini menunjukan siapa dan dari mana kita berasal. Karena setiap deaerah memiliki ke khasan dalam peribahasanya sendiri, dan penafsiran tersebut dilakukan oleh setiap pribadi yang dipengaruhi juga oleh berbagai macam aspek kehidupan yang tidak bisa kita ganggu gugat.
Peribahasa muncul karena adanya lokal jenius yang berharap bahwa peribahasa ini bisa mengajarkan setiap orang dan memberikan orang tersebut mengenai pandangan hidup dan bagaimana hidup itu sesungguhnya. Kebanyakan peribahasa muncul dalam kata kata yang kias, dan menunjukan analogi dari arti sesungguhnya. Mereka membuat tersebut agar makna aslinya tidak langsung disampaikan dan lebih mudah untuk diingat bagi para masyarakat. Biasanya juga peribahasa muncul dari seseorang yang berpengaruh dalam kelompok masyarakat tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kredibilitas dari bahasa tersebut, karena para bijaksana yang sudah lama menjalani arti kehidupan barulah bisa membuat perumpaan atau analogi dari arti kehidupan sesungguhnya dalam suatu bentuk yang lebih simpel dan mudah dimengerti oleh orang lan. Padahal jika dilihat dari tafsiran tafsiran selama ini mengenai beberapa bahasa hal tersebut sangatlah mudah untuk dimengerti dan memang nyata dalam kehidupan nyata.
Terkadang masayrakat saat ini melupakan hal-hal mudah dan simpel tersebut. Masyarakat saat ini mengimpretasi segalanya dengan mengait-ngaitkan kepada sesuatu yang sangat sulit dimengerti. Entah mengapa hal tersebut bisa terjadi, padahal peribahasa dibuat dengan tujuan agar orang dengan mudah mengerti apa yang yang terjadi dan berisi, kebanyakan diantaranya, adalah sesuatu yang berkaitan dan memberikan pengertian terhadap hubungan sebab akibat.
Peribahasa juga banyak berarti dalam hal yang positif dan memberikan pandangan yang baik bagi visi hidup seseorang. Lagi lagi penafsiran yang tidak baik, mungkin hal tersebut dipengaruhi oleh banyak hal, tetapi kita dan semua orang tahu pasti peribahasa tersebut digunakan dan harus ditafsirkan untuk sesuatu yang positif. Tak jarang peribahasa juga memberikan makna untuk memotivasi seseorang dalam menjalankan hidupnya.
Untuk menjelaskan hal tersebut pemikiran kita tidak bisa menilai mengenai penafsiran mereka yang salah. Hal tersebut berkaitan dengan tuntutan hidup saat ini. Penafsiran yang terjadi seharusnya dapat mempengaruhi perilaku mereka. Tetapi apa yang ada di dunia saat ini yang ditafsirkan dan apa yang dipraktekan tidaklah sesuai. Misalnya saja dalam peribahasa ‘Sambil menyelam minum air’ atau ‘Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui’. Peribahasa tersebut sangatlah umum dan hampir semua orang tahu, bahwa makna dari peribahasa itu adalah melakukan satu pekerjaan tetapi banyak masalah yang bisa sekaligus terselesaikan. Hal tersebut harusnya membangun dan mengandung makna positif agar orang bisa bertindak efektif, dengan melakukan satu pekerjaan sekaligus kebutuhan yang lainnya juga terpenuhi sehingga tidak membuang buang waktu dan energi yang ada.
Tapi kini pada praktektnya banyak yang beranggapan bahwa hal tersebut dilakukan untuk tindakan yang negatif. Misalnya saja perilaku para wakil rakyat di dewan, mereka melakukan studi banding ke banyak luar negeri, tetapi sekaligus membawa keluarga mereka yang tidak berkepentingan. Banyak anggaran yang bengkak karena ketidak sesuaian hal tersebut. Jika ingin melakukan studi banding keluar negeri sebaiknya, jika berkaitan dengan peribahasa diatas, mereka melakukan komunikasi yang bermanfaat dan memberikan keuntungan bagi negara mereka. Semuanya menjadi bertolak belakang saat mereka melakukan studi banding dengan membawa anggota keluarga, juga mendapat uang saku perjalanan dari uang rakyat, dan berbelanja barang mewah, bukannya memberikan timbal balik dan membawa pulang banyak ilmu bagi pengabdian kepada negaranya.
Contoh yang lainnya lebih berupa perilaku anggota dewan yang dikaitkan dengan peribahasa ‘tak ada rotan, akar pun jadi’. Praktek mereka bukanlah berasal dari peribahasa tersebut, walaupun mungkin saja hal tersebut benar berasal dari peribahasa ini. Para anggota dewan yang kebanyakan adala pengusaha, mereka memanfaatkan kekuasaan mereka untuk memberikan dan memenangkan proyek yang diberikan oleh pemerintah untuk berbagai macam pembangunan fasilitas publik. Saat mereka tidak memiliki proyek pembangunan dari pihak lain, uang negara menjadi santapan segar mereka untuk mencari nafkah. Memang tidak semua anggota dewan yang berprofesi sebagai pengusaha mengambil uang negara dengan cara ini, tapi ada diantara mereka yang beranggapan bahwa, jika tidak ada pemasukan secara halal, uang rakyatpun jadi hidangan yang cukup lezat untuk dinikmati. Hal ini sungguhlah memalukan meskipun orang yang duduk menjadi wakil rakyat di dewan sana harusnya adalah orang yang berpendidikan dan mampu mendeskripsikan serta memaknai peribahasa tersebut dengan baik.
Peribahasa seharusnya dan sebaiknya menjadi pedoman hidup yang baik. Berpegangan pada tafsiran peribahasa yang baik bisa membuat seseorang berperilaku positif juga. Tetapi kenyataan saat ini tidaklah seideal yang orang dulu rasakan, mereka menciptakan peribahasa yang baik agar ditafsirkan dengan baik pula, tetapi semua itu jauh dari kenyataan, peribahasa hanyalah pengantar untuk menganalogikan dan mengiaskan sesuatu dengan kata kata yang halus, dan budaya timur kita yang tidak bisa menempatkan pesan secara langsung dan lebih baik men’nyindir’ dari pada berbicara terus teranglah yang membuat peribahasa tersebut terus hidup sampai saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H