Tidak hairan mengapa arus urbanisasi ke Jakarta tidak surut malahan semakin pesat dikarenakan hidup di Jakarta ternyata jauh lebih mudah dan nikmat dibandingkan hidup di daerah, apalagi kalau daerahnya serba minus. Cari uang sepuluh ribu perak alias ceban di daerah susahnya bukan main. Sedangkan di Jakarta sekali "geber" (ojek) sudah dapat (minimum) ceban. Lain dengan di daerah yang serba kurang, apa-apa serba tersedia di Jakarta. Listrik jarang mati, air bersih tersedia sekalipun musim kemarau panjang, makan komplit (sekalipun di warteg), pelayanan kesehatan komplit (dari puskesmas s/d RS "bintang lima"), obat-obatan lengkap dan mudah didapat, BBM subsidi selalu tersedia, gas elpiji 3 kg juga banyak. Lain dengan di daerah yang makan pun seadanya. Adanya daun singkong ya makannya pakai sayur daun singkong. Lagi ada terong ya makan terong, tidak punya opsi untuk memilih. Di Jakarta mau makan apa pun tersedia. Ketika musim kering ada daerah yang penduduknya harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan air, itupun kadang airnya tidak bersih lagi. Sedang di Jakarta tinggal buka keran.
Aku pelanggan PLN di Jakarta dan juga di sebuah desa di Kab. Semarang, Jawa Tengah. Kebetulan kedua rumah tersebut berdaya listrik sama yaitu 2200VA (golongan tarif R1). Nah di bulan September ini pemakaian listriknya sama-sama rendah (di bawah 88kWh). Jadi di dalam tagihan keduanya ditagih untuk pemakaian minimum yaitu sebesar 88kWh. Tapi jumlah tagihan uangnya jauh lebih murah yang di Jakarta, yaitu Rp99.934,- Sedangkan yang di desa di Kab Semarang sana tagihan uangnya Rp106.375,- Ada perbedaan sebesar Rp6.441,- Aku bingung kenapa listrik di desa lebih mahal dibanding listrik di ibukota? Aku telpon 123 (PLN) lalu aku berikan masing-masing ID pelanggannya dan aku pertanyakan masalahnya. Aku disuruh menunggu. Selang kira-kira 2 menit kemudian aku mendapat jawaban demikian: Pak, semuanya sama, kecuali pajak penerangan jalan. Di Jakarta 2.4% sedangkan yang di desa di Kab Semarang itu 8.9%. PLN tidak bisa apa-apa Pak karena pajak penerangan jalan tersebut ditentukan oleh pemda setempat. Nah itu satu contoh konkrit lagi yang aku alami bahwa ternyata hidup di Jakarta lebih murah (dan mungkin juga lebih nikmat?) dibanding hidup di daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H