Mohon tunggu...
Sigit Purnomo
Sigit Purnomo Mohon Tunggu... -

Tinggal di Mlati Sleman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PT KAI, Ayo Terus Tingkatkan!

12 Januari 2015   21:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:18 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terlebih dulu saya secara pribadi memberikan apresiasi yang mendalam terhadap PT KAI.  Upaya-upaya untuk menjadikan penumpang merasa aman dan nyaman ketika menggunakan jasa angkutan kereta api. Banyak sekali pengingkatan yang telah dicapainya. Kebeangkatan yang tepat waktu, keamanan, kenyaman, kebersihan gerbong, dan lain sebagainya.

Sudah setahun ini saya sering menggunakan jas angkutan kereta api. Kebetulan isteri kerja di Kediri, Jawa Timur. Hampir tiap bulan menggunakan aasa kereta api ketika akan mengunjungi, atau ketika isteri pulang. Tanggal 1 Januari 2015 saya berniat untuk mengantar isteri ke tempat kerjanya, setelah satu minggu liburan di Jogja. Dan tiket sudah didapat.

Saya, isteri, anak dan ibu mertua. Sesuai jadwal kereta jurusan Bandung - Kediri berangkat sekitar pukul 5 pagi dari stasiun Lempunyangan.Kami pun bersiap-siap dengan membagunkan anak kami dan juga persiapan-persiapan yag lainnya. “ Tiktak tiktak…..” suara pertanda ada pesan pendek di telepon genggam. Isteri membuka pesan pendek (sms) di telepon genggamnya. Isteri memanggilku sambil menyodorkan HP dengan maksud memberitahukan tentang pesan tadi. Kubaca sebentar pesan tersebut. Intinya adalah pemberitahuan bahwa kereta akan terlambat datang, karena ada hambatan tanah longsor di Daerah Jawa Barat. Yang biasanya sampai di Stasiun Lempuyanga pukul 5 pagi kurang. Ini diperkirakan sampai pada pukul 8 pagi. . Hanya saja, selama ini saya tidak pernah mendapat pemberitahuan apapun melalui HP. Begitu juga isteri. Apalagi soal keterlambatan kereta sampai kurang 3 jam. “Apakah ini benar dari Stasiun Lempuyangan?” tanyaku pada isteri.

Karena ragu kami putuskan untuk tetap berangkat sajaseperti biasanya. Ketika siap untuk berangkat, terdengar lagi bunyi HP yang menandakan ada pesan pendek (sms) yang masuk. Isinya sama hanysa saja dari nomor pengirim yang berbeda. “Dah lah kita berangkat, kalau benar terlambat kita tunggu di sana”, tegasku. Nanti jika itu tidak benar, kemudian kita datang terlambat, keretanya juga tak mau menunggu kita. Saya baru yakin benar ketika disampaikan oleh petugas, bahwa kedatangan kereta api mengalami keterlambatan. Seperti pemberitahuan lewat sms sebelumnya. Terima kasih Kereta Api Indonesia atas pemberitahuannya.

Terkait dengan tempat duduk, antara sekarang dengan dulu saya bisa merasakan kenyamannya. Saya pernah mengalami, sebelum diberlakukannya peraturan yang sekarang ini, kalau gerbong penuh, berarti memang penuh semua. Baik yang duduk maupun yang berdiri. Bahkan di kamar kecilnyapun penuh dengan barang dan juga orang. Saat itu, kala itu bersmaan dengan momentum tahun baru, dengan kereta yang sama. Maksudnya jurusan dan namanya. Ketika kereta api akan berhenti sudah terlihat apakah penuh atau tidak, terlihat dari pintu gerbong kereta. Dan benar, waktu itu dipintu sudah hampir penuh, penumpang berada di bibir pintu. Ketika saya dan isteri masuk pun sduah sangat sulit untuk bisa merangsek ke dalam. Akhirnya isteri dapat duduk,, tetapi duduk di tangga pintu masuk. Saya sendiri berdiri di mulut pintu. Tanpa bisa banyak bergerak. Kondisi tersebut kami rasakan mulai naik dari Stasiun Lempunyangan. Baru setelah sampai di Stasiun Kertosono kami dapat mulai bergerak mencari tempat yang kosong. Belum lagi suasana panas dan pengap di dalam gerbong, di tambah lgi dengan asap rokok yang cukup menyengat. Namun beda dengan sekarang, Gerbong berAC, dan tidak diperkena merokok di dalam kereta.

Ada pengalaman satu lagi terkait, tidak olehnya penumpang membawa binatang ke dalam keeta. Karena larangan tesebut sduah terpapmang jelas di setiap stasiun. Bahwa penumpang tidak diperbolehkan membawa senjata, tanaman, dann juga binatang.

Suatu ketika saya berada dalam perjalanan ke Kediri. Sampailah saatmya pada pemeriksaan tiket penumpang yang baru. Petugas pemeriksa tiket dikawal beberapa satuan pengaman kereta yang datang dari arah depan, memeriksa karcis penumpang yang baru, termasuk saya. Dan petugas biasanya juga lihat-lihat sekilas terhadap barang bawaan para penumpang yang biasa diletakkan di bagasidi atas tempat duduk. Nah, setelah melewati kursi dan memeriksa tiket saya mereka maju meneruskan untuk periksa penumpang yang lain. Salah satu dari petugas melihat bungkusan kardus kecil yang membuat dia tertarik untuk menanyakan siapa yang membawanya. “Ini punya siapa?” sambil menunjuk ke arah kardus tersebut. Para penumpangpun segera menoleh kearah barang bawaan yang ditunjuk petugas tersebut. Tak lama kemudian ada salah seorang penumpang, seorang bapak paruh baya berdiri dan mengatakan bahwa itu adalah barang bawaanya, tentu saja dengan raut wajah yang bertanya-tanya. “Apa isinya?” tanya petugas. “Burung, Pak” Jawabnya. Sang petugas pun memberitahukan kembali bahwa tidak boleh membawa bintang di dalam gerbong kereta. Terjadi percakapan beberapa saat, hingga akhirnya petugas membawa dua kardus kecil tersebut. Dan sang bapak pun mengikutinya. Beberapa orang yang disekitarnya pun ramai berbincang. Kira-kira bagaimana nanti akhirnya. Ada yang mengatakan bahwa Bapak sejak naik ke kereta ini dan barang bawaannya tidak ada masalah. Kok di sini terdapat masalah.

Setelah beberapa lama kemudian Bapak tadi kembali. Maka teman atau para penumpang yang sekitarnya menanyakan bagaimana hasil negoisasi dengan petugas. “Burungnya saya lepas, keduanya, katanya agak mengeluh. Dua burung kecil namun harganya ratusan ribu tersebut, kembali terbang ke alam bebas. Ia juga menambahkan akan menambah ongkos tiket untuk  si burung. Namun petugas katanya tidak mau menerimanya.

Nah, mari kita contoh petugas tadi yang tidak mau menerima ongkos tambahan. Kalau boleh dibilang tidak mau disuap, taat pada peraturan yang telah dibuatnya sendiri.

Namun sekarang ada yang tidak tampak, yakni para pedagang kecil, pedagang asongan mereka kemana ya?  Yang ada sekarang adalah pedagang di kios-kios, juga minimarket jejaring.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun