Mohon tunggu...
Gita Yulia
Gita Yulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

I am a student of Journalistic Communication Studies, I actively read and share writing on several online media sites, both in the form of light articles, short stories, poetry and short opinions related to actual interesting issues. The reason I joined Kompasiana was because I was interested in the various features available to spread kindness to the public

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Standar FYP Ciptakan Multi Love Language, 1 Oktober Diperingati Sebagai 'My Girl Day'

1 Oktober 2024   08:57 Diperbarui: 1 Oktober 2024   18:19 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi love languange yang disetir standar fyp (Freepik) 

TikTok menjadi salah satu platform media sosial terkuat dalam membentuk gaya hidup dan cara berkomunikasi generasi muda, terutama dalam hal cinta dan hubungan. 

For You Page (FYP) yang terkenal di platform ini, kerap kali memperkenalkan tren yang tidak hanya bersifat viral, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan sosial dan emosional para penggunanya. 

Salah satu dampak yang paling menonjol adalah penciptaan standar baru dalam menunjukkan kasih sayang, atau yang dikenal sebagai love language (bahasa cinta). 

Di satu sisi, hal ini mungkin memperkaya cara orang berekspresi. Namun di sisi lain, tren ini menciptakan ekspektasi baru yang terkadang tidak realistis, bahkan membebani mereka yang berusaha menyesuaikan diri dengan standar tersebut.

1. Fenomena Hari My Girl (1 Oktober) 

Salah satu tren yang paling kuat dalam mengekspresikan cinta di TikTok adalah Hari My Girl, yang diangkat dari lagu We Fell in Love in October oleh Girl in Red. 

Setiap tanggal 1 Oktober, TikTok dipenuhi oleh konten yang mengekspresikan kasih sayang kepada pasangan perempuan, menjadikan hari tersebut sebagai ajang selebrasi cinta.

Namun, fenomena ini menimbulkan standar baru di mana cinta seakan-akan harus diekspresikan secara publik. Akibatnya, pengguna yang tidak merayakannya merasa terasing, tersisih, bahkan rendah diri. 

2. Fenomena Flexing Keromantisan

Flexing, atau pamer, telah menjadi bagian besar dari budaya media sosial, dan kini telah berkembang ke ranah keromantisan. Banyak pasangan yang memamerkan simbol ketulusan hingga momen-momen indah sebagai bentuk validasi hubungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun