Mohon tunggu...
Gitata Niti
Gitata Niti Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

mencoba belajar menulis, bismillah...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perempuan Garut = Perempuan Gatal Suka Merebut (“Suami Orang”)??????

7 Februari 2011   08:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:49 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah A, Seorang Selebritis Garut
Beberapa hari terakhir ini ramai diberitakan gosip seorang selebritis, katakanlah A (mohon maaf untuk Anda yang memiliki inisial A, red.), yang katanya sedang mengandung alias hamil. Padahal sepengetahuan khalayak umum, A adalah seorang janda dan tidak ada kabar kalau A ini sudah menikah kembali. Meskipun beberapa tahun lalu sempat muncul gosip A adalah penyebab perceraian rekannya sendiri dalam sebuah grup musik dengan suaminya, katakanlah B. Perceraian itu terjadi karena diyakini kalau A telah melakukan pernikahan siri dengan B tanpa sepengetahuan rekannya yang juga istri B. Kabarnya A ini berasal dari sebuah kota kecil di selatan Jawa Barat yaitu Garut. Di blog resminya pun disebutkan bahwa A lahir dan menyelesaikan pendidikannya dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di kabupaten Garut.
Kisah C, Seorang Sekretaris
Ketika mulai bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta, saya pernah memperoleh cerita dari seorang sekretaris, katakanlah C, yang memiliki pandangan negatif terhadap perempuan Sunda utamanya perempuan dari Garut. C mulai menceritakan kisahnya ketika tahu bahwa saya berasal dari kota Garut. Dari cerita C diketahui bahwa mantan suami dia direbut oleh perempuan yang berasal dari kota Garut. Menurut penuturannya sekarang ini mantan suami dan istri barunya juga tinggal di Garut. Yang saya cerna dari curhatnya adalah C gemas dengan perempuan Garut seperti si selebritis A juga istri baru mantan suaminya yang tega merebut suami orang dan menghancurkan hati anak-anak mereka. Saya pastinya berusaha memahami rasa gemas yang mengarah pada kebencian terhadap perempuan Garut yang C rasakan. Namun di sisi lain saya juga merasa dongkol karena C seolah-olah turut memasukkan saya pada stereotif perempuan perebut suami orang, hanya karena saya berasal dari kota Garut. Apalagi saat itu saya belum memiliki suami, makin gondoklah saya! Yang saya takutkan sebagai pekerja baru dengan adanya pandangan stereotif seperti itu akan mempengaruhi penilaiannya terhadap kinerja saya, terlebih kalau C sampai memberi pengaruh kepada rekan-rekan yang lain mengenai pendapatnya tentang perempuan Garut. Untungnya hal ini tidak terjadi, dan saya berusaha terus mengakrabkan diri dengan C. Kebetulan anak sulung C sering tinggal dengan bapaknya di Garut, jadi saat ada keperluan untuk diberikan pada anaknya ini maka C akan meminta bantuan saya untuk menyampaikannya pada anaknya. Saya harap dengan saya terus berusaha menjaga hubungan baik dengan C maka penilaian dia terhadap perempuan Garut akan berubah.
Dari cerita C saya jadi terpikir bahwa terkadang karena media terlalu memblow-up suatu berita sehingga kalau tidak kita cerna dengan baik, maka akan membuat sebagian dari kita menjadi orang yang memiliki pandangan yang sempit. Tentunya kita masih ingat dengan gencarnya pemberitaan mengenai perceraian si B dengan istrinya yang dibumbui dengan kisah perselingkuhan, pengkhianatan, KDRT, juga perebutan hak asuh anak. Yang tentu saja berita semacam itu memiliki nilai jual yang tinggi sehingga akan sering di bahas dan ditayangkan. Dan mungkin karena seringnya kita mendengar, membaca, atau menonton berita tersebut sehingga hal tersebut menempel di otak dan ingatan kita, terutama hal-hal buruk mungkin menempel lebih lama di ingatan kita dibandingkan hal-hal baiknya. Apalagi dalam kasus C, dia mengalami sendiri hal tersebut tapi bukan berarti itu memberikan hak kepada C untuk men-generalisir bahwa semua perempuan yang berasal dari Garut suka merebut suami orang. Saya pikir pemikiran stereotif semacam ini keliru, jangan hanya karena segelintir orang (oknum lebih tepatnya, red.) yang melakukan tindakan keliru maka orang lain yang berasal dari kelompok yang sama di anggap memiliki perilaku keliru yang sama. Saya yakin di belahan bumi manapun ada kisah tentang suami yang direbut perempuan lain yang tentu saja tak semuanya perempuan lain itu berasal dari Garut.
Cheeers…Salam Kompasiana dari Garut!
*Kapan-kapan wisata ke Garut yak! di antos…

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun