Cukup mengherankan saat ini jenggot selalu diidentikkan dengan gambaran kurang bagus, utamanya bagi muslim. Orang berjenggot, berpeci/sorban sering digambarkan dalam sosok fundamentalis, sangar dan garang. Intinya sosok memaksakan agama lewat kekerasan. Jika media ingin mengolok-olok orang Islam, yang digambarkan pasti sosok sorban dan jenggotan. Kalau anda interview di perusahaan dan terlihat jenggotan, kecil kemungkinan bisa diterima walau kualifikasi anda cukup meyakinkan. Itu sudah dialami beberapa teman saya. Ada penilaian kurang fair bagi orang jenggotan.
Padahal jenggot itu merupakan sesuatu yang umum, dan secara alamiah tidak menyangkut ke agama tertentu, apalagi ekstrimis dan teroris. Banyak tokoh-tokoh laki-laki terkemuka (terutama zaman dulu) memiliki jenggot, tidak hanya muslim. Paling mudah diingat misalnya sosok Sinterklaas (Santa Claus) yang terkenal dengan jenggot putihnya. Yang suka makan Fast Food KFC, pendirinya yaitu Kolonel Sanders juga berjenggot (lihat saja icon gambarnya di KFC manapun berada). Simbol topeng berjenggot tipis Guy Fawkes sering digunakan oleh kelompok peretas komputer terkemuka dunia, Anonymous.
Tokoh-tokoh dunia non-muslim lain menggunakan jenggot. Contohnya Presiden AS paling hebat, Abraham Lincoln. Jenderal-jenderal perang sipil terkemuka Amerika, seperti Robert E. Lee, Ulysses S. Grant berjenggot tebal. Jaman dulu umumnya, tokoh terkemuka AS & daratan Eropa biasa berjenggot. Jadi bukan Cuma orang Arab, Iran, Pakistan atau Indonesia saja.
Abad Renaissance dan setelahnya, banyak seniman terkemuka memelihara rambut didagu ini, antara lain Leonardo Da Vinci, Michaelangelo, Vincent van Gogh. Tokoh yang dikenal tidak beragama pun memanjangkan jenggot, antara lain Karl Marx (bapak Komunis), Fidel Castro (Presiden Kuba) atau Jengis Khan (Kaisar Mongolia).
Di film, jenggot umumnya digunakan oleh tokoh-tokoh bijak maupun jahat, misalnya Gandalf (dalam Trilogi Lord of The Ring) atau Kaisar Tiongkok dalam film silat. Film/sinetron Indonesia jaman sering menggambarkan dukun/paranormal dengan jenggot khasnya, baik dia tokoh baik ataupun jahat. Jadi tidak memperlihatkan satu sisi saja.
Di Indonesia, tokoh berjenggot terkenal antara lain Jenderal Gatot Subroto (nama beliau sering kita lihat di jalan-jalan utama kota besar). Atau para pahlawan lain seperti KH Agus Salim, KH Hasyim Asyari, Sisingamangaraja XII, Sultan Hasanudin, Sultan Mahmud Badarudin dll. Jenggot dulu menunjukkan ketokohan, bukan sekedar agama. Saya sendiri kebetulan sempat melihat di TV (kebetulan seorang ulama) yang begitu teduh dengan jenggotnya sebelum beliau wafat, yaitu Buya Hamka. Dulu di kota kelahiran saya juga kebetulan ada seorang dokter anak beragama Katholik berjenggot yang dikenal sangat baik hati. Beliau selalu tersenyum dan senang membagi-bagi mainan bagi pasien ciliknya.
Dalam sisi seorang muslim, Rasulullah adalah seorang Nabi yang memelihara jenggot, bahkan menganjurkan itu bagi umatnya (menganjurkan saja, bukan memaksakan).
Bagi pemeluk Nasrani, sosok patung dan gambar Yesus juga terlihat berjenggot.
Jadi apa masalahnya dengan jenggot ? Jika seorang muslim memelihara jenggot, itu karena memang agama menganjurkannya. Mungkin pemeluk agama lain juga punya alasan sendiri. Atau ada orang yang memang ingin tampil begitu agar terlihat sedikit bijaksana. Lha terus apa masalahnya ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H