Mohon tunggu...
gitaswijaya
gitaswijaya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Man of Honor

26 Desember 2015   22:24 Diperbarui: 26 Desember 2015   22:46 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kisah nyata –kutuliskan agar bisa berguna bagi teman-teman. Walau agak telat, selamat hari Ibu ..

Beberapa tahun lalu, saya berkunjung kesalah satu kota provinsi di Sumatera bertemu seorang kolega. Dia pengusaha yang cukup sukses dikota itu. Dari bandara, saya dijemput dengan mobil mewah bersama seorang sopir. Sepanjang jalan, teleponnya tidak berhenti berdering –yang salah satunya dari pejabat tinggi provinsi.

Dia langsung mengajak saya makan siang disebuah kedai biasa, tapi masakannya luar biasa. Tukang parkir dan penjual kaki lima sekitar kedai terlihat menyapa. Dia memang orang yang supel.

Selesai makan, ada seorang Ibu paruh baya yang mendekat . Dia membawa baki kue-kue, dan menawarkannya pada kami. Kelihatannya Ibu ini baru jadi pedagang, karena masih kaku saat jualan. Tanpa ragu, teman saya ini memakan beberapa kue, lalu memborong sisanya ! Dia mengeluarkan beberapa ratus ribu membayar kue-kue itu. Sebagian kue diberikan kepada anak-anak disekitar kedai, lalu sisanya dia bawa pulang untuk karyawannya. Kulihat, ibu penjual itu terlihat berkaca-kaca.

Setelah itu kami mampir ke salah satu kantornya. Saat parkir, ada anak yang duduk diportal parkiran sembari jualan koran. Dia panggil anak itu, mengambil satu koran lalu memborong semuanya ! Koran-koran itu dia bagikan kepada beberapa karyawannya, dan beberapa orang yg lewat (termasuk Pak Polantas). Anak itu Cuma terdiam, dan gemetar melihat uang ratusan ribu ditangannya.

*******************************
Malam hari di hotel, kami ngobrol ringan sambil minum kopi. Saya menyatakan kekaguman dan heran dengan sikapnya sepanjang hari ini.

Jawaban sungguh bijak. Katanya, dia nggak mau sombong karena hidup ini singkat. Tapi dia selalu tidak tahan melihat ibu-ibu pedagang khususnya jualan kue. Setelah bapaknya meninggal, ibunya dulu menjadi penjual kue keliling. Dan kue-kue itulah yang menghidupi dia dan adiknya. Jadi setiap melihat ibu pedagang kue, dia selalu melihat wajah ibunya.

Khusus bocah penjual koran, dia juga bersikap sama. Sebelum jadi pengusaha, dia mantan guru SD. Dia merasa bersalah setiap melihat anak-anak yang berdagang, khususnya jika masih bersekolah. Sebagai guru, dia selalu membayangkan dirinya mengajar anak2 itu.

Lalu dengan suara tegas dan lembut, “Mereka berdua –Ibu dan anak itu adalah pedagang. Sama seperti aku. Jadi aku nggak boleh memberikan mereka uang, melainkan membeli dagangannya. Sebagai pedagang, kami memiliki respek satu sama lain ..”

Saya betul-betul tertegun dengan kebijaksanaannya. Sungguh menambah pemahamanku tentang amal, kebaikan, kehormatan dan kemanusiaan ..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun