Tragedi kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 silam yang menelan ratusan korban jiwa telah meninggalkan luka dalam bagi penggemar sepak bola di tanah air. Fanatisme supporter yang terlalu tinggi kepada kelompok bola yang mereka gemari berujung merusak kelompoknya sendiri.
Namun setelah itu para supporter sepak bola dari seluruh indonesia menggelar aksi solidaritas untuk mengenang tragedi yang mengerikan sepanjang sejarah itu. Seperti yang dilakukan oleh para supporter klub sepak bola dikota Yogyakarta, pada Kamis, 6 Oktober 2022 mereka mengadakan doa bersama untuk mengenang tragedi kanjuruhan di Maguwoharjo, Sleman.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas antar sesalam klub sepak bola indonesia, juga untuk medesak pemerintah agar segara menuntaskan tragedi kanjuruhan ini.
Dari kasus diatas, saya bisa simpulkan bahwa apa yang terjadi diantara para supporter klub sepak bola tersebut berkaitan dengan Teori Konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser.
Mengapa? Menurut saya permasalahan diantara para supporter dan polisi yang menembakkan gas air mata saat itu menimbulkan suatu konflik yang berubah menjadi suatu solidaritas antar supopporter klub.
Antara arema dan persebaya sebelum tragedi tersebut berlangsung, mereka merupakan sebuah rival yang memperebutkan kemenangan.
Namun, sekarang bisa dilihat seluruh suppoerter klub sepak bola di indonesia bersatu padu dan menjalin suatu solidaritas yang lebih padu dari yang sebelumnya. Hal ini sangat bertautan dengan teori konflik tersebut yang menjelaskan bahwa suatu masalah yang muncul antar kelompok akan mempererat kelompok tersebut.
Saya mengenal Lewis Coser beserta teori konflik yang ia kemukakan dari buku Teori Sosiologi karya Goerge Ritzer. Coser memperluas karya seminal awal yang dihasilkan oleh George Simmel mengenai fungsi – fungsi konflik sosial. Ia berargumen bahwa konflik dapat berfungsi untuk mengeraskan suatu kelompok yang tersusun secara longgar.
Coser memberi contoh dalam suatu masyarakat yang tampak terpecah belah, munculnya konflik dengan masyarakat lain dapat mempererat solidaritas internal masyarakat tersebut.
Coser lahir pada tanggal 27 november 1913 dari keluarga borjuis beragama yahudi di Berlin, Jerman. Ayahnya merupakan seorang Bankir. Ia tumbuh dewasa menjadi seorang aktifis. Ia pernah melakukan pemberontakan terhadap kelas menengah.
Pada usianya yang masih remaja ia bergabung dengan gerakan sosialis. Ketika Hitler berkuasa, ia pergi ke paris dan menyambung hidup disana. Ia bergabung kepada kelompok radikal yang disebut dengan “the spark”. Ia pernah menjadi tenaga statistik di sebuah perusahaan broker amerika, juga menjadi mahasiswa di Sorbonne dengan jurusan sastra namun kemudian beralih ke kajian sosiologi.