Mohon tunggu...
Gitanyali Ratitia
Gitanyali Ratitia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik SPA dan Healing Therapy di Jerman

53 yrs old Mom with 3 kids, Fans of Marilyn Monroe, Jazz & Metallica , Bali - Java Wellness & Healing di Jerman, Positive thinker, Survival. Reiki Teacher, Angelic healer, Herbalis. I’m not the girl next door, I’m not a goody goody, but I think I’m human and I original. Life Is beautiful but sometimes A Bitch and someday It F***s You In The Ass but heeey dude! be positive.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

3 Dunia Berbeda: Jerman, Singapura, dan Indonesia

10 Agustus 2016   13:06 Diperbarui: 11 Agustus 2016   16:52 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru 3 hari saya mendarat di Berlin. Masih merasakan jetlag dengan perbedaan waktu zona tidur. Jam 6 sore waktu setempat kantuk sudah tidak tertahan, jam 3 pagi saya sudah bangun segar bugar. Ya mau apalagi, membenamkan muka dalam-dalam ke bawah bantal sepertinya sesuatu yang tidak masuk akal karena mata sudah benar-benar terbuka lebar.

Saya menghabiskan waktu 40 hari di Singapura, 10 hari di Semarang dan 4 hari di Jakarta. Sepertinya seru balek kampung kali ini karena ada banyak teman dan orang-orang baik yang tidak dinyana dan tidak di-planning bisa berjumpa, membantu dan ketawa bersama.

Minggu terakhir bulan puasa saya sudah mendarat di bandara Changi Airport. Teman sudah menunggu. Apa yang saya rasakan? Begitu keluar di pintu parkir, aduuuh panasnya. Coba tadi ganti kaos singlet dan celana pendek!

Laman FB saya langsung penuh dengan pesan. WA dan messenger pun tidak pernah kosong dengan pesan dari teman dan kerabat. Tiba- tiba saja banyak urusan dan masalah yang terbengkalai di Singapura satu persatu bisa saya selesaikan. Ada teman yang tiba-tiba mengantar jemput saya dan anak-anak, ada teman yang membantu membersihkan apartemen saya, print dan foto kopi dokumen, booking-kan hotel, booking-kan tiket, bahkan karena takut saya kehujanan pun saya dibelikan payung. Hadew baik sekali teman itu. Saya juga sempat merayakan ultah yang ke 45 di Batam dengan teman-teman dan anak saya. Itu semua teman yang planning, saya tinggal jalan saja.

Mengapa teman begitu baik dengan kita? Pertanyaan gampang itu. Jawabannya adalah ikhlas dan loyal dengan teman. Satu lagi yang penting, dalam berteman itu jangan pernah menghitung untung dan rugi! Kalau anda mau untung , jangan berteman tapi berdagang saja.

Pada suatu saat saya sedang di Pasar Gang Baru Semarang pagi-pagi, waktu itu saya tidur di Hotel Quest di Plampitan dengan ibu dan anak-anak. Voucher breakfast saya kasihkan anak sedangkan saya pagi- pagi menyambangi pasar. Sarapan sego ayam dan soto bokoran di jalan. Membeli carabikang hangat-hangat langsung dari wajan. Carabikang berharga 1000 rupiah yang rasanya masih terekam sampai Jerman. Bayangkan jajan pasar enak dan semurah itu. Bagaimana bisa survive? Kata Pakde di rumah. Soto separo, tempe goreng dan teh manis cukup Rp 10.000. Ini seperti mimpi.

Suatu kali saya juga melihat bahwa seribu rupiah sangat berharga sekali, sewaktu ibu saya menawar dagangan di pasar. Saya ingatkan ibu supaya jangan ditawar, tetapi beliau tetap menawar. Akhirnya sang pedagang mengatakan, "Tambahin seribu ya, Mbaak Ayu..." katanya. "Mboten Bu….itu sudah kemahalan kok, kata ibu saya sambil ngeloyor pergi." Akhirnya pedagang itu mengalah dan memanggil kami. Tanpa sepengetahuan ibu, saya tambahin 10.000 ribu ke pedagang tersebut . I' m sorry mom….I have to do it.

Segera kilas balik ke Singapura lagi, di bar saya biasa dibayarin dan membayari teman biasanya segelas minuman kisaran $22, coba bandingkan dan kalikan dengan 9500 rupiah. Jadi apakah masuk akal kalau kita pulang Indonesia harus ikutan menawar? So please….bagi saya no way! Simple bukan?

Begitu juga naik becak, saya ingat memori kecil suka naik becak dengan ibu dan adik saya. Makanya dari hotel ke Kranggan mencari makanan saya langsung stop becak, padahal jaraknya dekat. Tidak apalah memberi rejeki ke orang lain karena mereka bekerja keras. Saya kagum dan respect dengan orang yang suka bekerja keras. Saya tidak pernah bertanya berapa, saya beri bapak ini kadang 20 ribu kadang lebih plus makanan yang saya bungkus. Apakah saya merasa menjadi hero setelah itu? Ah tidak juga! Itu hanya sebagian dari rejeki mereka. 

Hidup kadang memang penuh misteri, kadang Tuhan itu mempertemukan kita dengan orang-orang yang memang sudah dikehendaki-Nya untuk dipertemukan. Di Jakarta saya bertemu dengan Mbak Vita, saya dijemput di bandara oleh suami dan anaknya yang mengantar jemput saya. Sampai akhirnya saya menginap 3 malam di Novotel Tangerang supaya dekat dengan teman dan bisa sedikit kopdar dengan yang lainnya. Sayang saya tidak bisa bertemu dengan idola saya Pak Tasch dan penulis favorit saya Mas Nino. Saya respect mereka sebagai individu yang super sibuk mungkin until next time bisa jumpa lagi. Terima kasih untuk Pak Wang Eddy yang mentraktir vegetarian food di Semarang. Kapan–kapan jumpa lagi.

Menginap di Tangerang juga ternyata suatu miracle yang tidak dinyana, saya jadi dipertemukan dengan teman di Fb yang hanya kenal di sana. Saya dijemput, dikenalkan keluarga nya, anak saya dibawa ke Dufan dan saya dibawa keliling Jakarta, pijat, makan seafood, makan durian, ke Glodok membeli playstation untuk anak-anak , makan mie ayam di pecinan dll. Itu semua bisa karena teman, dan seorang teman yang sebenarnya hanya tulus dan ikhlas thok. Itulah teman, itulah Indonesia, miracle happen tanpa kita tahu sebabnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun