Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa dampak besar bagi kehidupan manusia, termasuk dalam cara berkomunikasi dan bersosialisasi. Media sosial, sebagai salah satu hasil inovasi teknologi, memberikan ruang tanpa batas bagi pengguna untuk berinteraksi. Namun, kemudahan ini juga menghadirkan sisi gelap, seperti munculnya cyberbullying, yang semakin menjadi perhatian serius di era digital. Cyberbullying biasanya bertujuan untuk merendahkan, menghina, atau menyakiti orang lain secara psikologis.
Cyberbullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti komentar negatif, penyebaran informasi palsu, hingga pelecehan verbal yang dilakukan secara daring. Dampaknya tidak hanya dirasakan secara emosional oleh korban, tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan mental dan kualitas hidup mereka. Di kalangan remaja dan dewasa muda, kasus-kasus ini sering kali sulit terdeteksi karena dilakukan secara anonim atau tersembunyi di balik layar perangkat elektronik. Kondisi ini membuat korban merasa sendirian, tidak berdaya, dan sulit untuk mencari bantuan.
Cyberbullying dalam bentuk penghinaan melalui media sosial diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE"), yang telah mengalami perubahan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU 19/2016"). Secara umum, tindakan penghinaan terhadap individu tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang menyatakan: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"
MACAM-MACAM CYBERBULLYING
1. Harassment (Pelecehan)
Pelecehan terjadi ketika seseorang secara berulang mengirimkan pesan, komentar, atau posting yang berisi penghinaan, ancaman, atau konten negatif lainnya melalui platform digital. Contohnya, seseorang terus-menerus mengirim pesan menghina di media sosial atau grup chat, sehingga membuat korban merasa tidak nyaman dan terganggu.
2. Doxing
Doxing terjadi ketika pelaku dengan sengaja mengungkapkan informasi pribadi korban, seperti alamat rumah, nomor telepon, atau data sensitif lainnya, di internet. Tujuannya adalah membuat korban menjadi sasaran pelecehan atau ancaman dari orang lain. Doxing sangat berbahaya karena dapat memengaruhi keamanan fisik dan mental korban.
3. Flaming
Flaming adalah tindakan bertengkar atau debat online dengan menggunakan bahasa yang kasar, penuh emosi, dan seringkali provokatif. Biasanya, flaming terjadi di kolom komentar, forum diskusi, atau grup online, di mana pelaku sengaja memancing amarah pihak lain. Perbedaan antara flaming dan diskusi biasa adalah intensitas emosinya yang sangat tinggi.
