Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sedikit bicara, banyak menulis.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menurut Sains, Kiamat Sudah Dekat

20 Oktober 2023   09:53 Diperbarui: 22 Oktober 2023   03:32 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Foto oleh Markus Spiske: https://www.pexels.com/id-id/foto/jalan-pemandangan-orang-orang-biru-2559749/ 

Penggunaan pestisida pada kegiatan pertanian dan atau peternakan yang dikembangkan oleh manusia juga menjadi sebuah petaka, yang perlahan tapi pasti, mempercepat kepunahan spesies-spesies di alam dan membuat udara menjadi semakin panas. Menurut para peneliti di Pesticide Action Network Amerika Utara (PANNA), mengungkapkan bahwa penggunaan pestisida meningkatkan jumlah emisi yang menumpuk di atmosfer dan mengakibatkan efek gas rumah kaca menjadi semakin buruk dari tahun ke tahun. Salah satu jenis pestisida yang sering digunakan misalnya sulfuryl fluoride. Penggunaan sebanyak 1 ton sulfuryl fluoride dapat menghasilkan sisa gas CO2 sebanyak 5.000 ton dan melepaskannya ke udara. Belum lagi fakta bahwa 99% pestisida sintetik yang beredar di pasaran saat ini berasal dari minyak bumi. Selain mencemari udara dengan gas karbon, penggunaan pestisida yang berlebihan dapat berpotensi mengancam keanekaragaman hayati yang dahulu sejak lama sudah ada lebih dulu di tanah pertanian atau perkebunan itu.

4. Modifikasi Cuaca yang Tanpa Perhitungan.

Apakah Anda tentang metode pembuatan hujan buatan? Metode hujan buatan ditemukan pertama kali oleh seorang ilmuwan AS bernama Vincent Joseph Schaefer pada 16 November 1946. Awalnya, metode ini dibuat untuk menyingkirkan awan-awan tebal yang dapat mengganggu perjalanan pesawat pada waktu itu. Seiring semakin majunya teknologi saat ini, kemampuan manusia untuk mengubah-ubah cuaca pun semakin meningkat. Tetapi karena hanya memikirkan dampak jangka pendeknya, penggunaan teknologi yang sembarangan tanpa memikirkan efek sampingnya kepada alam sehingga mengakibatkan anomali-anomali cuaca yang sering kita lihat akhir-akhir ini. Bahkan menurut rumor, ada sebuah negara yang mengembangkan sebuah senjata biologis jenis baru yang dapat memodifikasi bukan hanya cuaca, tetapi juga dapat memicu gempa bumi, tsunami dan bencana-bencana alam buruk lainnya yang dapat kita bayangkan. Bayangkan saja seandainya senjata semacam itu memang telah benar-benar ada, bukankah alam yang kemudian akan menjadi korban paling utama dari semua modifikasi yang mereka buat?

5. Keinginan dan Kebiasaan Manusia yang Beragam.

Mengapa keinginan dan kebiasaan juga dianggap menyumbang andil percepatan kemusnahan massal? Ya karena kita manusia terbiasa untuk memenuhi 1 keinginan kita dengan banyak komoditas. Misalnya, hanya untuk sarapan semangkuk bubur ayam saja, kita memerlukan sebuah lahan pertanian untuk bisa menghasilkan beras, sebuah peternakan ayam untuk memproduksi ayam potong, sebuah perkebunan bawang untuk bawang gorengnya, sebuah pabrik untuk memproduksi kerupuknya. Belum lagi alat-alat makannya, yang mana kegiatan-kegiatan ini berakibat meluasnya pembukaan lahan dan pengalih fungsian lahan hijau. Yang seharusnya menghasilkan oksigen yang sejuk untuk kita, malah menjadi peternakan, atau perkebunan, HANYA untuk sekali makan bubur! Itu pun hanya untuk makan 1 hari. Banyangkan jika jumlah manusia ke depannya semakin besar lagi. Saat ini saja populasi manusia sudah mencapai 8 milyar jiwa!

Itulah alasan atau perkiraan faktor-faktor yang memunculkan tuduhan bahwa manusia sebagai 'suksesor' percepatan kepunahan massal keenam, yang saat ini sedang berjalan dan diperkirakan akan terjadi sebelum tahun 2.100. Disadari atau tidak, diakui maupun tidak, kita, manusia adalah makhluk yang invasif. Kita menganggap hampir semua spesies yang berbeda dengan kita boleh dan wajar dieksploitasi dengan tidak bertanggung jawab. Tetapi semua yang dijabarkan di atas masih hanyalah sebatas perkiraan para ahli, prediksi secara ilmiah yang dilakukan oleh para peneliti yang dihasilkan dari penelitian dan perhitungan yang mereka ketahui. Semua itu masih bisa kita perbaiki pelan-pelan dengan gerakan-gerakan kecil atau perubahan kebiasaan yang dapat menunda 'kiamat' menurut sains itu dengan memilah ulang sampah-sampah kita sebelum dibuang, menghemat penggunaan air, mengurangi pemakaian kendaraan untuk aktivitas harian, agar bumi ini semakin sejuk kembali, tidak panas berlebihan dan menunda kemusnahan massal itu untuk anak cucu kita.

Dan satu hal lagi, jika di luar sana Anda masih bertemu dengan orang-orang yang menggembar-gemborkan bahwa perubahan iklim dan pemanasan global adalah akal-akalan elit global, tolong wakilkan saya untuk memberikannya 'tamparan kasih sayang' tepat di pipinya. Bawa dia ke Surabaya atau kemanapun tempat yang Anda tahu akan mungkin membuatnya bertobat dari kata-kata sesatnya itu. Pemanasan global sangat amat nyata, perubahan iklim sangat nyata terasa, apalagi di tahun 2023 ini.

(Mengutip dari The Guardian -- menurut Damian Carrington; jumlah populasi manusia di muka bumi ini hanya 0,01% jumlahnya dari keseluruhan spesies yang hidup di bumi ini, tetapi manusia telah menghancurkan 83% kehidupan liar di bumi.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun