Mohon tunggu...
Gita Pramesari
Gita Pramesari Mohon Tunggu... Freelance Interpreter / Travel Blogger -

Cewek yang suka travelling ini suka sekali memperhatikan apa saja disekelilingnya. Berhenti dan terbengong mungkin menjadi kebiasaan aneh cewek ini saat ada satu hal yang terlintas dalam pikirannya. Cinta banget sama Indonesia dan memiliki impian untuk berkeliling nusantara dan membuat dunia lebih mengenal tentang Indonesia. Anak sastra yang bisa Bahasa Jepang tapi gak bagus-bagus amat ini bercita-cita untuk bekerja di negeri sakura sambil terus mengembangkan kemampuan bahasa Jepangnya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berjalanlah ke Baduy!

16 Mei 2014   23:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:27 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Butuh sekitar 1,5 jam perjalan dari Stasiun Rangkas Bitung sampai ke desa Ciboleger, pintu masuk menuju Baduy. Beragam warung mulai dari menjual makanan, cinderamata, hingga ikan segar berjejer di sepanjang jalan menuju pintu masuk menuju perkampungan suku Baduy. Banyak anak-anak menjajakan tongkat untuk perjalanan menuju desa Baduy Dalam. Saran saya, beli saja. Harganya hanya Rp 3.000 sebuah, bisa ditawar hingga Rp 6.000 untuk 3 buah.

Seorang pemandu dari suku Baduy Dalam memberi tahu bahwa untuk mencapai perkampungan Baduy Dalam yang terluar -maksudnya perkampungan Baduy Dalam tetapi belum sampai masuk hutan lebih jauh- kami harus berjalan kira-kira 12 KM. Bagi suku Baduy yang sudah terbiasa, perjalanan panjang itu hanya memakan waktu sekitar 1,5 jam jalan kaki, sementara untuk orang umum atau pengunjung, biasanya makan waktu minimal 3 jam, bahkan lebih!

Perjalanan untuk sampai di perkampungan Baduy Dalam tidaklah mudah, bersiaplah karena medan jalan tidaklah biasa. Batuan, tanah, tanjakan, turunan, sungai, pinggiran jurang, landai, jurang lagi. Sekitar 45 menit berjalan, perkampungan Baduy Luar di pinggir sungai yang jernih dengan hutan bambu yang rindang akan menyambut para pengunjung yang datang. Tetapi bukan itu tujuan kami, tujuan kami adalah sebuah perkampungan Baduy Dalam bernama Cibeo.

Kami melewati 3 jembatan yang tinggi menjulang diapit dua buah pohon besar dengan ikatan tali temali ijuk yang menyatukan satu bambu dengan bambu lainnya. Jembatan pertama di desa Baduy Luar, jembatan kedua adalah batas Baduy Luar dan Baduy Dalam, dari jembatan kedua itu, segala peralatan elekronik termasuk kamera tidak diperbolehkan. Lalu jembatan ketiga adalah pintu masuk desa Cibeo. Berdecak kami menengadah melihat kekokohan dan keanggunan jembatan-jembatan fenomenal tersebut.

Desa Cibeo terlihat di antara rindangnya pepohonan dimana mengalir sungai jernih yang dangkal seakan menyambut kami yang lelah. Kunang-kunang dan beberapa jamur yang bersinar dalam gelap menguapkan segala keletihan perjalanan kami yang hampir memakan waktu 5 jam itu. Bak petarung yang menang tetapi lelah, tubuh kami rebahkan di atas dipan di salah satu rumah panggung Baduy, kami terpejam dan malam pun hilang.

Berjalanlah ke Baduy, meski lelah, semua akan terbayar dengan pemandangan yang indah, sungai yang segar dan jernih, juga polosnya senyum dari wajah suku Baduy. Indonesia itu ramah kawan, sampai pelosoknya!

14002343251837788352
14002343251837788352

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun