Mohon tunggu...
Gita Pramesari
Gita Pramesari Mohon Tunggu... Freelance Interpreter / Travel Blogger -

Cewek yang suka travelling ini suka sekali memperhatikan apa saja disekelilingnya. Berhenti dan terbengong mungkin menjadi kebiasaan aneh cewek ini saat ada satu hal yang terlintas dalam pikirannya. Cinta banget sama Indonesia dan memiliki impian untuk berkeliling nusantara dan membuat dunia lebih mengenal tentang Indonesia. Anak sastra yang bisa Bahasa Jepang tapi gak bagus-bagus amat ini bercita-cita untuk bekerja di negeri sakura sambil terus mengembangkan kemampuan bahasa Jepangnya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menyapa Dewi Cantik, Anjani di Rinjani

23 Oktober 2014   01:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:04 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau tahu Indonesia memiliki pulau, gunung, dan menyimpan sumber daya alam yang berlimpah ruah.

Mau cari padang pasir, ada. Mau cari pegunungan hijau lembab nan sejuk, ada. Mau cari savana membentang sepanjang mata memandang, ada. Indonesia adalah dunia fantasi yang nyata. Surga dunia.

Tidak aku cita-citakan, tak terbersit sedikit pun di pikiran, tak ada pula di travel-to-go-list milikku. Tapi Rinjani, ternyata mempesonaku untuk menjelajahinya.

Aku berdiri di sebuah palang gerbang masuk bertuliskan "Taman Nasional Gunung Rinjani". Bayangkan, betapa bergetar hatiku membaca, gemetar kakiku menapakinya, gemeletuk gigiku ingin berteriak. Aku berada tepat di pintu masuk gunung terindah se-Asia Tenggara!!

Perjalanan kami tentu tidak mudah. Dimulai dari desa Sembalun, melalui savana-padang rumput- yang luas terhampar di bawah terik matahari Lombok yang hangat menyapa dan udara sejuk pegunungan yang menggelitik. Kemudian perjalanan berlanjut menuju Plawangan Sembalun, kamp akhir untuk menuju puncak.

Tapi, lagi-lagi perjalanan menuju kesana bukanlah hal sepele. Sama sekali bukan remeh temeh.

'Bukit Penyesalan', mereka menyebutnya. Kami (aku dan kelompokku) terus membuat asumsi kenapa dinamakan demikian.

"Banyak pendaki menyesal kali naik bukit ini"

"Pas naik bukit ini mereka buang kekesalan disini kali"

"Di bukit ini dulu ada kejadian sesuatu terus dikasih nama gitu kali"

Tetapi, apapun itu...aku sama sekali tidak menyesal mendaki 'Bukit Penyesalan', karena 'hadiah' yang aku terima saat sampai di ujung bukit ini adalah pemandangan indah, yang membuat bulu romaku berdiri, mataku terbelalak, dan mulutku menganga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun