Serial Imperfect the Series mungkin adalah salah satu dari sekian banyak representasi yang tepat dari keadaan ibu kota Jakarta. Jakarta adalah kota perantauan bagi banyak orang dari berbagai daerah dan tempat di Indonesia dan setiap daerah di Indonesia memiliki bahasanya masing-masing. Tentunya hal ini dikarenakan karena Indonesia memang kaya akan bahasa.Â
Serial ini banyak menunjukkan bagaimana jadinya jika orang dari latar belakang daerah, budaya, dan bahasa yang berbeda ada dalam satu lingkungan yang sama, saling berinteraksi, dan menyesuaikan diri.Â
Ada banyak kesulitan dan kendala dalam berkomunikasi karena perbedaan kapasitas pengetahuan akan bahasa lawan bicara dari masing-masing tokoh. Kesulitan dalam berkomunikasi itu diwujudkan dengan narasi dan gaya penceritaan yang penuh humor sehingga mengundang gelak tawa bagi penonton.
Serial Imperfect the Series adalah salah satu representasi keberagaman suku, ras, dan budaya di Kota Jakarta sebagai salah satu kota perantauan. Perbedaan-perbedaan tersebut juga mencakup perbedaan bahasa dari para tokoh (penutur) di dalam serial tersebut.Â
Macam penutur berdasarkan bahasa yang digunakan dalam komunikasi, antara lain penutur Bahasa Sunda, penutur Bahasa Betawi, Penutur Bahasa Papua, dan Penutur Bahasa Indonesia. Selain itu ada pula penutur Bahasa Waria yang menggunakan variasi bahasa 'nyeleneh' dari Bahasa Indonesia.
Komunikasi yang terjadi antara penutur bahasa yang satu dengan bahasa yang lain seringkali mengalami miskomunikasi karena perbedaan bahasanya. Salah satunya adalah komunikasi antara Endah (penutur Bahasa Sunda) dan Maria (penutur Bahasa Papua). Saat itu Endah menyelipkan salah satu kata meureun yang berasal dari Bahasa Sunda. Transkripsi percakapannya adalah sebagai berikut:
"Sa punya rambut kering sekali"
"Sering dicatok meureun"
Dalam Bahasa Sunda meureun dapat diartikan sebagai kemungkinan dalam Bahasa Indonesia. Maria dengan cepat langsung mengaplikasikan kata tersebut dalam tuturannya sehingga terjadi miskonsepsi. Maria mengatakan "Tidak meureun" sebagai jawabannya terhadap Endah. Namun, tidak meureun terdengar tidak lazim karena biasanya meureun diletakkan setelah suatu kalimat. Hal-hal semacam itulah yang sering terjadi dalam percakapan di lingkungan Geng Kosan.
Lingkungan geng Kosan sebagai fokus dalam serial ini adalah sampel kecil dari keadaan lingkungan di Kota Jakarta di mana banyak penutur bahasa yang berbeda berkumpul di satu tempat. Secara garis besar, para penutur saling menyesuaikan diri dengan lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia namun seringkali diselipkan kata-kata yang berasal dari bahasa si penutur yang menunjukkan identitasnya. Variasi-variasi bahasa itulah yang terkadang mengakibatkan terjadinya miskonsepsi bahasa yang dialami penutur dari bahasa lain yang berbeda. Namun miskonsepsi tersebut dikemas dalam bentuk humor yang menghibur dan menyegarkan.
Serial ini pula mengingatkan kita akan beragamnya bahasa daerah yang ada di Indonesia belum lagi ditambah dengan berbagai macam variasi bahasanya yang unik. Hal tersebut menjadi contoh kecil dari banyak ragamnya budaya dan bahasa di masyarakat kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H