Mohon tunggu...
Gita Eka
Gita Eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Budi Luhur

Saya tidak terlalu suka banyak hal, tetapi saya selalu terbuka untuk mengetahui banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Epistemologi Filsafat: Kedudukan "Mother of Science" dalam Mendukung Perkembangan Studi Kriminologi di Indonesia (Sebuah Opini)

6 Mei 2024   18:20 Diperbarui: 6 Mei 2024   18:36 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filsafat, sebagai salah satu bidang keilmuan, telah memberikan banyak kontribusi sejak awal perkembangannya. Istilah “Mother of Science” atau “Ibu dari Ilmu Pengetahuan” sudah melekat erat dengan filsafat, khususnya pada salah satu cabang ilmu filsafat yang disebut “Epistemologi”. Epistemologi filsafat sederhananya membahas tentang sifat, asal-usul, metode, serta batas dan hakikat pengetahuan. Epistemologi filsafat sejatinya juga memberikan panduan-panduan dasar mengenai proses atau langkah-langkah dalam memperoleh pengetahuan agar manusia dapat mengasah keistimewaan akal yang dimilikinya untuk berpikir secara kritis, sistematis, dan logis. Dalam epistemologi sendiri, perlu diingat bahwa tujuan utamanya bukan semata-mata hanya untuk mendapatkan pengetahuan atau menjawab pertanyaan, akan tetapi yang diutamakan adalah bagaimana manusia bisa menemukan variabel-variabel yang berpotensi menghasilkan sebuah pengetahuan yang dicarinya. Mudahnya, epistemologi lebih mengutamakan serangkaian proses-proses berpikir yang digunakan manusia untuk memperoleh pengetahuan dan keinginannya dalam menggali potensi-potensi untuk menemukan pengetahuan tersebut, dibanding jawaban dari pertanyaan itu sendiri.

Julukan “Mother of Science” yang merujuk pada epistemologi filsafat, dilatarbelakangi pernyataan tradisional mengenai ilmu filsafat, yaitu menganggap filsafat sebagai kerangka pemikiran dari berbagai disiplin ilmu, tidak terkecuali pada ilmu pengetahuan sosial seperti kriminologi. Epistemologi filsafat memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan studi kriminologi di Indonesia. Pengetahuan-pengetahuan dan ilmu-ilmu yang terkandung dalam epistemologi filsafat yang berfokus pada teori dan metodologi pengetahuan, secara langsung memengaruhi perkembangan dan penerapan ilmu kriminologi dalam konteks mengkaji fenomena kejahatan serta penyimpangan sosial yang terjadi di Indonesia.

Sedikit kilas balik, ilmu kriminologi baru dilahirkan dan berkembang pada pertengahan abad ke-19. Sejak awal perkembangannya hingga saat ini, sudah banyak studi, penelitian, dan pemikiran yang dikemukakan oleh para tokoh yang berkecimpung di bidang ilmu sosial mengenai dari mana asalnya kejahatan dan faktor apa yang memengaruhi seseorang untuk berbuat jahat. Pada sejarah awal pemikiran kriminologi, Muhammad Mustofa (2006) seorang Profesor Kriminologi Universitas Indonesia dalam bukunya yang berjudul Kriminologi: Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang, dan Pelanggaran Hukum[1] menyatakan kalau pemahaman masyarakat manusia terhadap masalah kejahatan diawali dengan pemahaman demonologis yaitu bahwa orang melakukan kejahatan karena pelaku dipengaruhi oleh roh jahat. Ketika manusia menjadi rasional, penjelasan demonologis ditinggalkan. Secara rasional, yang merupakan ciri aliran klasik, dikatakan bahwa manusia melakukan kejahatan karena pertimbangan rasional untung rugi untuk melaksanakan kehendak bebasnya. Aliran klasik ini yang menghasilkan konsep persamaan hukum bagi setiap orang, dikoreksi oleh aliran neoklasik yang mengatakan bahwa tindakan orang tidak dapat disamaratakan dan dianggap sama. Ada keadaan ketika orang melakukan tindakan tidak berdasarkan kehendak bebasnya, yaitu pada anak-anak dan pada orang yang terganggu jiwanya. Di Indonesia, ilmu kriminologi sudah mulai diajarkan sejak sekitar tahun 1940an melalui kurikulum Fakultas Hukum dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.

Perubahan pola pikir manusia dalam memandang gejala penyebab kejahatan dari konsep demonologis, klasik, neoklasik, sampai pemikiran kriminologi post-modern yang ada saat ini tidak jauh dari pengaruh filsafat sebagai “Ibu dari Ilmu Pengetahuan”. Manusia yang mulai mencari pengetahuan menggunakan rasio, indra, dan intuisi epistemologi dengan lebih baik tentunya akan mencari faktor-faktor yang lebih logis mengenai fenomena kejahatan, serta mulai mengkritisasi pemikiran yang menurutnya masih penuh keraguan atau ketidakpastian. Kontribusi-kontribusi epistemologi filsafat pada perkembangan kriminologi di Indonesia dapat dilihat melalui bagaimana para peneliti kriminologi dalam melakukan penelitian yang terkait dengan kejahatan sosial kerap menggunakan pemahaman tentang metode penelitian yang ada, seperti metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam mencari jawaban atas pertanyaan penelitian mereka dan memahami implikasi filosofis dari metode tersebut. Epistemologi membantu dalam menganalisis berbagai konsep dan definisi dasar kriminologi mengenai kejahatan, pemberian hukuman, dan tindak keadilan. Dengan menggunakan konsep analisis, peneliti kriminologi dapat memahami dasar dari teori-teori kriminologi, mengembangkannya secara lebih sistematis dan komprehensif, serta melakukan verifikasi terhadap definisi yang digunakan dalam penelitian mereka. Pertimbangan tentang sumber-sumber pengetahuan dalam kriminologi dan sifat kritis pada asumsi-asumsi yang mendasari teori kriminologi juga dipicu oleh ilmu epistemologi filsafat. Perangai tersebut penting bagi penelitian kriminologi agar dapat memastikan penelitian yang dilakukan berada dalam kerangka yang kuat secara konseptual dan metodologis, serta berlandaskan bukti yang akurat dan relevan.

Epistemologi filsafat juga memiliki kedudukan penting pada pengembangan kajian, kebijakan, dan pendidikan kriminologi di Indonesia. Pengembangan kajian membuka peluang bagi peneliti kriminologi untuk mengaitkan gejala kejahatan dan kriminalitas dengan bidang ilmu lainnya, seperti bagaimana interaksi kejahatan melalui psikologi kejahatan, sosiologi kejahatan, ekonomi kejahatan, dan lainnya. Kajian yang menggunakan pemikiran epistemologi dapat memengaruhi pembuatan dan penetapan kebijakan-kebijakan tentang kriminalitas di Indonesia. Kebijakan yang dihasilkan dari teori dan data yang solid terkait aspek-aspek sosial maupun ekonomi tentang kejahatan bisa menjadi lebih efektif realisasinya. Kemudian, konsep epistemologi memengaruhi bagaimana ajaran kriminologi dipelajari di Indonesia. Pendidikan dasar kriminologi yang tepat tentu berpotensi meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kejahatan dan kriminalitas, serta membuka peluang yang lebih baik bagi para profesional dalam mengatasi kejahatan, baik sebelum ataupun sesudah kejahatan itu terjadi.

Berdasarkan penjabaran opini yang sudah penulis berikan, konklusi yang dapat diambil yaitu epistemologi filsafat mengambil kedudukan serta peran penting dalam mendukung perkembangan studi kriminologi secara keseluruhan dan juga di Indonesia. Dengan memahami peran epistemologi, peneliti maupun akademisi kriminologi bisa memanfaatkan landasan filosofis untuk memperkuat kerangka konseptual dan metodologi dalam penelitian. Lalu, nantinya pemikiran-pemikiran atau penelitian baru yang dihasilkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap kejahatan. Selain itu, hasil penelitian juga dapat memperkaya literatur terkait kriminologi secara global, dan bisa menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan dan studi tentang kriminalitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun