Masa pandemi Covid-19 tak terasa sudah berlangusng satu tahun lebih di Indonesia yang maknanya kegiatan belajar dan mengajar daring juga sudah berlangsung hampir satu tahun lebih dilaksanakan di rumah.Â
Dari hal ini tak sedikit menimbulkan reaksi dan curhatan para orang tua yang semakin hari kian dibuat pusing menghadapi tugas sekolah anaknya. Belum lagi yang baru masuk taman kanak-kanak (TK) sudah harus dimulai dari rumah masing-masing pembelajarannya.Â
Permasalahan yang serupa juga dialami oleh para pelajar dari segala jenjang, baik dari jenjang sekolah dasar, menengah pertama, dan juga menengah atas, bahkan para mahasiswapun merasa demikian.
Melihat kondisi yang demikian sulitnya, tak ayal mendorong saya untuk membuka sebuah tempat belajar bagi anak-anak di sekitar rumah saya, dimulai dari jenjang taman kanak-kanak hingga jenjang SMA.Â
Awalnya dari sekadar menempel kertas bertuliskan menerima bimbingan belajar di rumah, hingga akhirnya terkumpul ada sekitar 7 murid yang saya mempercayai saya sebagai pendamping belajar mereka. 7 murid tersebut tersebar dari segala jenjang, yaitu taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah atas.
Semua berawal ketika memasuki liburan semester ganjil, saya bingung mencari kegiatan untuk mengisi waktu kosong saya. Mengingat saya masih maba (mahasiswa baru) jadi saya belum mengikuti organisasi yang ada di kampus saya belajar. Semakin hari semakin terdengar jelas bahwa banyak sekali orang tua yang mengeluh karena keadaan daring ini.Â
Banyak dari mereka yang keteteran dalam membantu anaknya menyelesaikan pekerjaan rumah. Belum lagi para orang tua yang mayoritas bekerja berasa memiliki peran ganda di rumah.Â
Oleh karena itu, saya berinisiatif membantu meringankan beban para orang tua dengan mendampingi anak-anak mereka layaknya belajar di sekolah.Â
Mengingat jumlah anak yang belajar di tempat saya cukup banyak untuk saya dampingi sendiri, maka saya membaginya menjadi dua kloter. Kloter pagi untuk anak jenjang TK dan SD kelas 1 lalu kloter sore untuk siswa SD kelas 4 dan 6.
Namun, anak ini memiliki minat yang tinggi dalam bidang matematik. Di mana ketika saya beri pertanyaan seputar penjumlahan 1--20 dia bisa mudah dan cepat dalam mengerjakannya. Dari kendala tersebut saya sedikit memikirkan cara bagaimana mengatasi rasa kesulitannya dalam membaca satu hingga dua kata.Â
Saya mulai dari pengenalan huruf vokal, huruf konsonan, lalu perlahan mengajarinya bagaimana cara mengeja kata. Hampir satu bulan saya menerapkan metode tersebut (dengan terus berlatih di rumah) alhamdulillah Ajun, nama siswa tersebut sudah bisa membaca dan mengeja dengan baik. Yang awalnya kesulitan membedakan huruf 'b' dengan 'd' kini sudah peka dan mampu membedakannya.