Mitos Membunyikan Jari-Jemari Menyebabkan Kerapuhan Tulang
Gita Anastasia Soraya
Jurusan Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Keluarga,Jalan Pengasinan Rawa Semut Margahayu Bekasi Timur
Benarkah Membunyikan Jari-Jemari Menyebabkan Tulang Rapuh Atau Keropos?
Membunyikan jari-jemari kadang menjadi kebiasaan tanpa atau dengan disadari sebagai respon rasa pegal atau lelah karena aktivitas. Kebiasaan yang berulang dan bunyi yang dikeluarkan serta susunan tulang yang relative kecil dan rentan tidak sedikit beredar informasi atau mitos kebiasaan membunyikan jemari membuat tulang menjadi rapuh atau keropos.
Kebiassan menekuk ruas jemari sehingga tulang mengeluarkan bunyi “krekk”, bagi sebagian masyarakat menganggap hal ini berefek pada kerapuhan tulang. Dalam meluruskan informasi tersebut, diperlukan edukasi terhadap pengenalan penyakit akan kerapuhan tulang, sehingga banyak masyarakat dapat mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang atau lebih dikenal sebagai Osteoporosis.
Osteoporosis atau kerapuhan tulang sering disebut “silent disease” karena sering terjadi tanpa disadari penderita (Annisa dkk., 2019). Osteoporosis merupakan penyakit degenerative, umumnya dialami pada kelompok lanjut usia (lansia) (Kiaonarni dkk., 2012). Penyakit ini ditandai dengan menurunnya masa atau kepadatan tulang, berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan rusaknya jaringan pembentuk tulang sehingga terjadi penurunan kekuatan tulang dan menyebabkan tulang mudah rapuh dan berisiko patah (Arsana, 2019).
Adapun klasifikasi Osteoporosis berdasarkan (Kemenkes, 2020):
- Osteoporosis primer, kelompok lansia (usia 50 tahun) dan wanita pasca menoupose
- Osteoporosis sekunder, pola hidup tidak sehat (kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, tinggi kafein, rendah vitamin D dan kalsium dan penyakit tertentu)
Usia, fungsi tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia, semakin meningkatnya usia pertumbuhan tulang akan semakin berkurang. Proporsi Osteoporosis umumnya terjadi pada kelompok lansia dini (50-65 tahun) dan terjadi peningkatan diusia lanjut (65-85 tahun), dan sebanyak 78.8% penderita Osteoporosis mayoritas pada kelompok usia 60-74 tahun (Mart dkk., 2019).
Jenis Kelamin, wanita memiliki resiko 4 kali lebih besar dari pria terkena Osteoporosis. Masa atau kepadatan tulang sangat dipengaruhi oleh hormone estrogen, sebanyak 80% penderita Osteoporosis adalah wanita yang sudah memasuki menoupose dan pada wanita muda yang mengalami penghentian atau gangguan siklus menstruasi. tingkat kehilangan masa tulang terjadi lebih dulu pada wanita pasca menoupose sebesar 0.5-1 % pertahun dari berat tulang dan terjadi pada usia pria di atas 80 tahun. hal ini membuat proses perombakan dan pembentukan tulang melambat sehingga tulang menjadi berongga atau keropos (Annisa dkk., 2019).
Gaya hidup menjadi faktor pendorong Osteoporosis, seperti, (1)rendahnya tingkat aktivitas atau bergerak sangat berpengaruh menghambat proses osteoblast (pembentukan tulang), menurunkan kepadatan dan kekuatan tulang dan otot (Simangunsong & Wahyuni, 2020). Sebanyak 84.6% dari 38 responden terkena osteoporosis akibat kurangnya aktivitas fisik dibanding dengan responden dengan aktivitas fisik (Situmorang, 2020).