Pemilu (Pemilihan Umum) hanya tinggal menghitung hari saja. Kampanye terbuka sudah dilakukan oleh partai politik yang merupakan peserta pemilu di berbagai pelosok desa hingga ke pusat kota. Dengan berbagai cara para calon anggota legislatif melakukan kampanye guna untuk menyampaikan visi-misi jika terpilih menjadi anggota legislatif nanti serta agar memperoleh dukungan dari masyarakat yang menjadi sasarannya.
Lalu bagaimana cara para caleg-caleg membawa puluhan, ratusan, bahkan ribuan massa? Ternyata kampanye semacam ini dapat menguntungkan bagi orang-orang tertentu, misalnya kepada mereka yang di minta untuk menghibur para massa saat kampanye berlangsung (band, penyanyi dangdut,dll). Selain itu ada pula makelar kampanye yang sengaja di bayar oleh caleg melewati kader-kadernya agar dapat mengerahkan massa sebanyak mungkin saat kampanye dilaksanakan.
Tentu bukan hal yang mudah dan gratis untuk memperoleh massa dengan jumlah banyak agar dapat ikut serta dalam rombongan kampanye partai politik atau caleg tertentu. Apabila terhitung satu orang mendapatkan kisaran harga sekitar 20-50ribu berapa uang yang dikeluarkan oleh caleg untuk ribuan massanya serta berapa upah untuk makelar massa kampanye tersebut? Tentu saja bukan hal yang murah.
Konon caleg akan lebih bersemangat menggembor-gemborkan janjinya dalam kampanye apabila banyak massa yang datang pada saat kampanye berlangsaung. Agar lebih menarik simpati masyarakat banyak hal yang dilakukan misalnya membagikan uang secara cuma-cuma, barang-barang (kaos, doorprize, dll).
Aksi tersebut termasuk kedalam politik uang yang samgat jelas dilakukan oleh caleg. Tetapi justru banyak masyarakat yang tak sadar bahwa hal tersebut telah menyalahi aturan. Parahnya masyarakat atau massa justru cenderung terlena dengan iming-iming tersebut.
Upaya iming-iming tersebut kerap dilakukan oleh partai politik atau caleg disetiap kampanye. Karena kampanye merupakan sebuah cara dan suatu proses menuju kekuasaan yang pada kenyataannya banyak janji yang terabaikan setelah para caleg sudah terpilih.
Perlu juga dipertanyakan berapa modal para caleg tersebut? Apakah uang tersebut benar-benar sudah dimiliki ataukan tidak. Apabila sebagian uang yang mereka gunakan untuk kampanye adalah hasil dari pinjaman atau hal-hal serupa lalu bagaimana cara mereka mengembalikannya?
Cukupkah gaji yang mereka peroleh untuk membayar pinajam uang tersebut serta untuk biaya berlangsungnya kehidupan sehari-harinya? Belum lagi adanya keinginan untuk memiliki barang-barang mewah sebagai penunjang penampilan dan kehidupannya. Bukankah hal-hal yang seperti ini merupakan bibit-bibit munculnya tindak korupsi? Besar kecilnya akan tetap mempengaruhi.
Pada kenyataanya sudah banyak pula anggota legislatif yang mangkir atas tugas-tugasnya. Karena banyaknya keinginan caleg untuk memperoleh kedudukan dan kekuasaan untuk memperbaiki kehidupan pribadinya daripada memperbaiki kehidupan rakyatnya bahkan Indonesia!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H