Sebenarnya masalah ini sudah mulai saya sadari sejak akan berangkat. Petugas bandara memberitahu kami bahwa penerbangan internasional dari Indonesia hanya bisa dilakukan tanpa surat wali saat umur diatas 16 tahun. Saat akan berangkat tentu bukan menjadi masalah, karena mama bisa tanda tangan surat tersebut. permasalahannya adalah siapa orang di Singapura yang akan menandatangani surat tersebut saat saya akan pulang ke Indonesia? Sementara saya hanya berangkat seorang diri. Hal ini benar-benar di luar dugaan kami. Mama sebenarnya mencoba membantu mencarikan teman yang berada di Singapura. namun hasilnya tidak ada yang bisa membantu. Akhirnya semua kembali lagi pada bagaimana aksi saya dalam mengatasi tantangan ini. Mama hanya bisa memberi saran. opsi yang diberikan ada 2:Â
meminta tolong teman yang mengikuti kelas yang sama di universitas
-
meminta tolong secara acak pada orang Indonesia yang terbang dengan pesawat yang sama dengan saya untuk menandatangani surat wali
Pilihan yang kedua sebenarnya benar-benar saya hindari, karena bagaimanapun cukup beresiko dan cukup sulit untuk meyakinkan orang yang baru kita kenal. Maka saya memilih opsi yang pertama. Saya mencoba menjelaskan kepada teman kondisi saya, awalnya tidak ada yang bisa, karena mereka terbang sebelum jadwal saya. Hingga akhirnya ada seorang teman dengan ayahnya bersedia membantu saya.Â
Saya sangat bersyukur dengan bantuan mereka. Tidak bisa saya bayangkan bagaimana jadinya jika tidak ada mereka. Kebaikan ini akan terus saya ingat dan menjadi pelajaran bagi saya untuk lebih hati-hati dalam melihat peraturan yang ada di masa depan.
Tiba di Indonesia
saya sangat lega begitu saya bisa tiba di jakarta dan bertemu dengan keluarga. saya merasa puas, karena bagaimanapun ini adalah pencapaian baru. sudah tidak sabar rasanya untuk menceritakan segala yang terjadi di Singapura. Bagaimana saya tersesat, bagaimana saya salah jalur MRT, dan lain-lain. Semuanya adalah pengalaman yang sebenarnya cukup memalukan, tapi selalu menarik untuk diceritakan.Â
Hal yang membanggakan lainnya adalah saya bisa mengembalikan uang sisa ke orang tua bahkan saya tetap bisa menikmati kuliner yang saya inginkan. Sungguh pengalaman baru dan pelajaran baru bagi saya.Â
Dengan kepercayaan membiarkan saya pergi sendiri, saya bisa belajar banyak sekali soft skill dan pengetahuan baru. Tak hanya di kegiatan itu orang tua memberikan kebebasan, tetapi juga dalam hal studi. Orang tua terus mendukung passion saya di riset dan juga mendukung saya untuk terlibat berorganisasi.Â
Percaya bukan berarti membiarkan