Jakarta, 24 Juni 2024 - Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Tugu di Jakarta Utara menjadi salah satu tempat bersejarah yang aktif saat ini. Gedung gereja ini tidak hanya digunakan untuk ibadah saja, namun juga menjadi tempat kunjungan  wisatawan, pelajar, dan peneliti yang tertarik pada sejarah dan arsitektur. Sejarah Panjang Gereja Tugu Menurut Pak George, Gereja Tugu telah mengalami berbagai perubahan dan renovasi sejak pertama kali dibangun. Gereja ini  didirikan oleh Justin Fink pada tahun 1744 setelah gereja sebelumnya dihancurkan pada Pemberontakan Tiongkok tahun 1740.
Pembangunan gereja ini selesai pada tahun 1747 dan ditahbiskan pada tahun 1748. Gereja Tugu merayakan hari jadinya yang ke 276 tahun ini. Pada tahun 1960 gereja diambil alih oleh Sinode GPIB dan sejak itu nama gereja diubah menjadi GPIB Tugu. Perubahan nama ini menandai era baru yang dipimpin Sinode GPIB,  membawa perkembangan dan ibadah yang lebih terstruktur. Renovasi dan pemeliharaan peninggalan Gereja Tugu yang merupakan bangunan cagar budaya telah mengalami beberapa kali renovasi besar-besaran bekerjasama dengan  pihak Gereja dan pemerintah setempat. Renovasi dilakukan dengan sangat hati-hati, menggunakan material khusus untuk menjaga kehandalan bangunan. Material penting  adalah semen khusus yang mampu menyerap air dan beradaptasi dengan struktur bangunan lama. Proses renovasi dengan menggunakan semen khusus sangat memakan waktu dan mahal.
Selain itu, kayu jati bersertifikat yang mampu bertahan hingga 50 tahun digunakan untuk perbaikan bagian bangunan yang memerlukan renovasi. Kayu ini didatangkan dari Pulau Jawa dan diseleksi secara cermat untuk menjamin kualitas dan daya tahannya.
Kehidupan dan Aktivitas Sosial  Gereja Tugu Gereja Tugu tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, namun juga menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya. Banyak pengunjung dari berbagai kalangan, baik pelajar maupun mahasiswa, YouTuber, bahkan turis asing yang tertarik dengan arsitektur dan sejarah gereja ini. Pak George mencatat bahwa jumlah pengunjung dari komunitas Muslim juga sangat tinggi, menunjukkan bahwa gereja  memiliki daya tarik yang melampaui batas-batas agama. Keterlibatan masyarakat dalam pelestarian gereja Peran masyarakat sangat penting dalam pelestarian gereja Tugu. Salah satu dari 12 situs cagar budaya di Jakarta Utara, gereja ini menjadi kebanggaan bersama.
Pak George menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pemeliharaan gedung serta bagaimana pemerintah setempat akan terus mendukung upaya renovasi. Keunikan Arsitektur dan Interior Gereja Salah satu keunikan Gereja Tugu adalah arsitekturnya yang mencerminkan gaya Belanda. Bagian dalam gereja yang sebagian besar terbuat dari kayu jati masih mempertahankan banyak ciri aslinya, antara lain mimbar, bangku, dan tempat pembaptisan. Ubin lantai gereja, yang pertama kali dipasang pada tahun 1744, juga dilestarikan sebagai bagian dari sejarah bangunan tersebut. Terdapat juga beberapa makam di sekitar gereja yang menjadikannya daya tarik tersendiri. Makam-makam ini merupakan tempat peristirahatan penduduk asli suku Tugu yang tergabung dalam marga tertentu dan beberapa pendeta yang pernah mengabdi di gereja ini.
GPIB Tugu lebih dari sekedar bangunan tua, melainkan saksi bisu sejarah panjang Jakarta dan bukti keragaman budaya yang ada di Indonesia. Berkat partisipasi aktif  masyarakat dan dukungan pemerintah, gereja ini tetap menjadi salah satu situs bersejarah yang paling terpelihara dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Gereja Tugu adalah contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat dilestarikan dan dihargai seiring berjalannya waktu.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H