Siapa yang tidak kenal tanaman kentang? Kentang dengan nama latin Solanum tuberosum sudah menjadi salah satu tanaman pangan sangat penting keempat di dunia setelah beras, jagung dan gandum yang mempunyai nilai ekonomi yang besar. Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) budidaya tanaman kentang dapat menghasilkan 374 juta ton pada tahun 2011. Produksi kentang yang cukup besar dapat menyediakan makanan, pekerjaan, dan pendapatan. Tercatat oleh kentang memberikan keuntungan sebesar $ 4.600.000.000 per tahunnya di Washington DC, Amerika.
Produksi kentang dilihat dari geografisnya menunjukkan bahwa tanaman kentang tumbuh di semua benua kecuali Antartika dengan negara penghasil produksi kentang terbesar di dunia adalah Cina dan negara di Eropa. Seiring dengan kemudahan tanaman kentang dalam budidaya, kentang juga merupakan sumber nutrisi yang baik karena mengandung karbohidrat, protein, vitamin C dan B, dan mineral sehingga tidak heran jika kentang dijadikan sebagai bahan makanan sebagai pengganti beras.
Salah satu kendala utama bagi pertumbuhan tanaman kentang maupun tanaman lainnya di seluruh dunia adalah kekeringan. Banyak faktor yang menyebabkan kekeringan di antaranya kurangnya curah hujan, tingginya kadar garam dalam tanah, terbatasnya sumber daya air tawar untuk pertanian di daerah perkotaan dan industri. Pemanasan global juga menjadi penyebab utama meningkatnya terjadinya kekeringan. Perubahan iklim akibat pemanasan global di bidang pertanian akan memberikan dampak yang cukup besar. Berkurangnya produksi kentang akan menghilangkan orang yang mata pencahariannya bergantung pada pertanian.
Bukti dari efek kekeringan terhadap produksi kentang dan tanamannya dapat dilihat dari data yang terangkum dari FAO. Pada tahun 2010, kekeringan di Rusia menyebabkan kerugian produksi sekitar 30% pada industri pertanian kentang dan pada tahun 2011 dan 2012 terjadi kekeringan dan gelombang panas di Amerika Serikat yang mengakibatkan kerusakan pada tanaman (termasuk kentang) dan hewan ternak sehingga menyebabkan kerugian sebesar $ 40-88 miliar.
Melalui pemanfaatan prinsip biomolekuler ditemukanlah sebuah solusi untuk meningkatkan kemampuan kentang dalam mengatasi kekeringan. Ning Zhang, seorang peneliti dari Cina menemukan bahwa dengan menyisipkan gen BADH dari tanaman bayam ke tanaman kentang dapat menghasilkan tanaman kentang transgenik yang tahan terhadap kekeringan dan kadar garam (salinitas) yang tinggi. Penyisipan gen ke dalam tanaman kentang dilakukan secara indirect atau penyisipan gen secara tidak langsung menggunakan bakteri Agrobacterium tumifaciens sebagai ‘kendaraan’ yang memindahkan gen BADH dari bayam ke dalam tanaman kentang.
Salah satu prinsip mekanisme fisiologi yang memungkinkan tanaman untuk mengatasi tekanan-tekanan lingkungan adalah pengaturan osmotik dan glisin betain (GB) merupakan salah satu osmolytes atau pengatur osmotik yang sangat penting. GB dihasilkan dengan mengubah kolin menjadi GB melalui oksidasi dengan bantuan enzim seperti betaine aldehyde dehydrogenase (BADH). Gen BADH merupakan salah satu gen yang mengkodekan produksi enzim BADH. Penyisipan gen dari bayam ke tanaman kentang dilakukan karena tanaman kentang tidak mempunyai gen BADH sehingga kentang tidak dapat menghasilkan glisin betain. Glisin betain sendiri merupakan protein pengatur osmotik yang bekerja dengan cara mempertahankan keseimbangan air antara sel tanaman dengan lingkungan melalui penstabilan aktivitas enzim, makromolekul, dan membran sel di bawah kondisi tekanan.
Tak perlu khawatir jika adanya gen BADH pada kentang ini mengganggu hasil panen dan pertumbuhan tanaman pada musim hujan. Selain menyisipkan gen BADH, tanaman kentang disisipkan promotor rd29A sebagai pengatur ekspresi gen BADH dalam menghasilkan glisin betaine. Adanya promotor inilah menyebabkan ekspresi gen BADH untuk memproduksi glisin betaine dipengaruhi oleh kondisi tekanan lingkungan berupa kekeringan dan salinitas tinggi sehingga jika lahan tempat tanaman kentang mendapatkan air yang cukup atau tidak kering maka glisin betaine tidak dihasilkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ning Zhang menunjukkan bahwa terdapat efek positif dari penyisipan gen penghasil GB pada tanaman yang dibuktikan dengan pertumbuhan tanaman dan hasil akhir panen pada kondisi tekanan kekurangan air atau kadar garam tinggi. Tanaman kentang trasngenik yang disisipkan gen BADH tumbuh lebih baik dan menghasilkan umbi yang berukuran besar dan berat dibandingkan tanaman kentang yang belum memiliki gen penghasil glisin betaine.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H