Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Yuuk Makan Siang

15 Desember 2015   12:03 Diperbarui: 15 Desember 2015   12:03 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Konoha Lunchtime - ilustrasi: deviantart.net"][/caption]

Enak bukan, jika diajak makan siang. Diajak makan siang oleh sahabat misalnya. Waktu yang tepat buat berkeluh kesah soal pekerjaan, keluarga, atau urusan pribadi. Saat perut terisi makanan enak, baik masak sendiri atau membeli, mengobrol dengan teman sempurna rasanya. Ada saja aspirasi berupa saran untuk sahabat. Mungkin ada perilakunya yang samar-samar terdengar tidak enak dari orang lain. Diperbaiki dan kalau bisa diberi solusi adalah nilai seorang sahabat. Sambil terus menikmati makan siang.

Apalagi jika makan siang bersama orang terkasih. Bersama orang yang kita kasihi. Ingin rasanya lama-lama mengunyah ayam goreng dan nasi di mulut. Semakin lama semakin indah memandang sang kekasih. Saat lapar hilang, hatipun meremang berbunga mengobrol mesra. Betapa dunia itu indah. Ada makanan yang memberi nutrisi untuk badan ini. Ada sang kekasih yang memberi nutrisi hati. Momen yang ingin selalu diulang. Memberi semangat dan mimpi satu sama lain membangun apa yang menjadi keinginan bersama. Sambil terus menikmati makan siang.

Atau makan siang bersama anak dan istri. Menyempatkan waktu makan siang di rumah. Atau mencari rumah makan bersama keluarga di sela waktu istirahat. Sembari memandangi anak yang sudah kian besar. Dulu ia disuapi. Kini ia bisa makan sendiri. Betapa cepat melihatnya kini sudah kelas 5 SD. Memandangi istri yang selalu menemani sampai saat ini. Betapa berbeda rasa dan suasana saat ia masih menjadi pacar. Kemesraan makan siang bersama memasuki level yang lebih utuh. Mimpi bukan lagi berporos pada ayah-bunda. Kini mimpi bergerak sentrifugal pada anak. Dan semua dicapai bersama. Sambil terus menikmati makan siang.

Makan siang akan terus berulang. Dengan siapa, dimana dan di momen apapun makan siang menyiratkan satu visi. Makan siang membangun keakraban dan mimpi bersama. Ia adalah momen berharga di tengan pelik kejumudan aktifitas. Makan siang adalah oase fikiran dan hati. Dan dengan dijamu orang nomor 1 di negri ini, rasa dan suasana ini akan tetap sama. Tinggal bagaimana kita memberinya persepsi.

Salam,

Solo, 15 Desember 2015

12:05 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun