Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Ada Yang Kontra Jokowi Nyapres, Cuma Menyayangkan

15 Maret 2014   04:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: benpughdevotional.wordpress.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="518" caption="(ilustrasi: benpughdevotional.wordpress.com)"][/caption] Hari ini 14 Maret 2014, tepat Jokowi 'diinaugurasi' oleh PDI-P untuk menjadi Capres untuk Pilpres 2014. Gegap gempita yang dahulu rakyata Indonesia seperti skeptis dan penuh tanya kini buyar menjadi euforia. Sebuah perayaan rakyat Indonesia yang pada umumnya butuh seorang pemimpin yang bisa diharapkan menjadi pemimpin. Setelah dua periode menjabat Walikota Solo, dan setahun lebih menjabat Gubernur DKI, langkah menuju RI 1 seperti berdiri pada dua sisi. Saya yakin pak Jokowi hatinya masih ingin membenahi Jakarta. Namun sisi lain juga ia ingin bisa lebih bermanfaat untuk negrinya, Indonesia. Gempita euforis yang saya kira hiperbolis menyambut seriusnya Jokowi menjadi Capres dari PDI-P memang wajar terjadi. Seperti hujan di tengah panas dahaga negara dengan minim tokoh pemimpin. Saya pun senang, namun saya pun menyanyangkan. Dua perasaan ini yang terus bergelayut dalam hati. Satu sisi, hati ini turut menurut gembiranya rakyat Indonesia akan hadirnya tokoh yang bisa amanah dan dipercaya. Namun, pada satu sisi ada rasa sayang jika Jokowi meninggalkan Jakarta. Walau tidak sepenuhnya 'meninggalkan' Jakarta, karena kantor pemerintahan kepala negara berada di sana. Namun sosok perduli yang maun dan mampu blusukan dan berkerumun diantara semrawutnya Jakarta, mungkin kini hilang. Jokowi nanti blusukan (jika jadi Presiden) ke pelosok negri yang bahkan belum pernah terbayang saya. Melihat dan menyentuh hati dan simpati warga negara Indonesia jauh disana. Menyaksikan pemimpin barunya ada dan perduli atas nasib dan hidup mereka. Permasalah yang rumit serupa banjir dan macet Jakarta akan terlihat kecil jika melihat intrik separatis Papua misalnya. Atau permasalah daerah perbatasan di ujung negri ini. Atau semakin gundulnya hutan-hutan hujan tropis di negara yang katanya sabuk hijau khatulistiwa. Warga Jakarta mungkin akan terenyuh (sedikit) dan sedih bercampur air mata bahagia jika sang pemimpin yang belum genap dua tahun menjabat, kini harus pergi. Antara merelakan dan menyangyang, mungkin berbaur dan berkonfrontasi. Ada yang sedih, namun tidak kontra. Silahkan Jokowi jika ingin menjadi Capres. Mungkin ia akan lebih berguna untuk negra dan rakyat Indonesia umumnya. Karena mereka juga faham betul, Jakarta juga tidak akan luput dari perhatian beliau. Cuma intensitasnya yang akan berubah. Basuki atau sang Wakil Gubernur yang nanti (mungkin) menggantikan Jokowi pun saya fikir sanggup mengurus Jakarta. Entah siapa nanti Wakilnya, Ahok juga cukup mumpuni. Mereka yang kontra dengan isu murahan agama dan etnis yang Ahok peluk akan tetap eksis. Namun biarlah anjing-anjing itu menggong-gong dan hidup pada masa jahiliyah. Toh, Jakarta akan maju dan menuju kota modern. Dan Ahok pun sudah cukup ditempa dan kebal atas semua tindak primitif para perongrong kekuasaan Gubernur. Atau pun terhadap oknum-oknum yang masih benci dan dendam atas luka jaman dulu. Akhirnya, pencapresan Jokowi tetap akan berjalan. Mereka yang kontra saya fikir akan sangat beraroma politis dan menjatuhkan. Terutama oknum-oknum yang mendukung Capres lainnya. Serupa jaman Jokowi-Basuki maju dalam pemilihan Cagub-Cawagub dulu, terpaan isu miring sampai murahannya rumor soal Jokowi, tidak bakal digagas (diindahkan). Mereka yang kontra adalah orang-orang yang merasa dirinya mampu, namun benarkah mampu? Ya, mereka hanya merasa mampu. Hanya merasa. Doa dan ucapan selamat dan syukur seperti bergema menyambut sang Capres impian, Jokowi. Namun dalam riuh rendahnya panjatan doa dan syukur, terselip rasa kecewa dengan kepasrahan yang tetap yakin. Yakin bahwa Jakarta juga bisa lebih baik jika Jokowi menjadi Presiden nantinya. Yakin jika penerus Jokowi berikutnya (Ahok, mungkin) akan tetap bisa mengawal Jakarta menjadi Jakarta Baru. Seperti slogan mereka saat kampanye menuju DKI-1 dahulu. [caption id="" align="aligncenter" width="190" caption="(ilustrasi: twisee.com)"]

(ilustrasi: twisee.com)
(ilustrasi: twisee.com)
[/caption] Salam, Solo, 14 Maret 2014 08:46

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun