[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="(ilustrasi: truthdig.com)"][/caption] Saya dan istri saya (kembali) geram melihat acara Dangdut di Indosiar. Kenapa acara joget dangdutnya dimulai ketika Maghrib menjelang. Pas sekali saat adzan magrib berkumandang di Solo dan sekitarnya. Jika merunut jadwal waktu sholat Maghrib, maka perbedaan Solo-Jakarta sekitar 10 menit. Geramnya lagi, ketika waktu adzan Maghrib untuk waktu Jakarta berkumandang, di panggung dangdut ini masih ada saja yang menyanyi. Kemana toleransi mereka untuk kaum Muslimin yang menunaikan sholat Maghrib? Atau, kenapa para penyanyi dangdut dan penonton yang mungki Muslim tidak melaksanakan sholat Maghrib? Mereka malah pilih terus berjoget. Setahun yang lalu sempat saya coba tuliskan hal ini di artikel saya di sini. Namun tren dangdut masih belum surut sampai sekarang. Sebagai musik yang disebut the music of my country, dangdut memang tetap menjadi primadona. Dari jaman Rhoma Irama sampai Ayu Ting Ting, penikmatnya tetap banyak. Penyanyi pun kini semakin beragam dan berbakat. Saya sempat melihat beberapa kali penyanyi-penyanyi dangdut baru bernyanyi di panggung 'mencari bakat' penyanyi dangdut di beberapa TV swasta. Mereka hebat dan berbakat. Namun sayang seribu sayang, eksploitasi konyol menempatkan dangdut di peak hour (pukul 6-9 malam) menjadi blunder buat saya. Rasa intoleran dan lebih kepada masa bodoh atas waktu Maghrib tidak digubris sama sekali oleh para crew dan pihak TV. Saat kaum Muslimin menunaikan sholat berjamaah, bisa di mesjid atau di rumah, mereka malah asyik berjoget. Yang saya yakin, mulai dari penyanyi, penonton bahkan host-nya beragama Islam. Mungkin banyak crew acara dangdut live ini yang juga Muslim. Tapi kenapa tidak ada terbersit keinginan menghormati waktu Maghrib. Setidaknya dari pukul 6 sampai 7 malam. Bagi non-Muslim pun, Maghrib menurut saya adalah waktu untuk istirahat dan makan malam bersama keluarga. Orangtua yang lelah bekerja mungkin lebih memilih beristirahat. Duduk bersama keluarga menyaksikan TV adalah salah satu caranya. Dan melihat acara dangdut live sewaktu Maghrib mungkin membuat rasa janggal ketika menonton TV bersama keluarga. Hiburan berjoget kenapa harus dimulai saat orang-orang bekerja lelah dan keluarga kumpul bersama untuk menonton TV? Mungkin pula mereka yang non-Muslim terbersit, kenapa si host yang Muslim tidak melaksanakan sholat Maghrib? Padahal sering saya hadir di konser musik metal, waktu Maghrib adalah waktu ishoma (istirahat, sholat dan makan). Penonton Muslim bisa sholat dahulu sebelum band berikutnya naik selepas Isya. Di sekitar area konser biasanya disediakan venue khusus untuk sholat, semacam mushola kecil. Dan panggung sekitar 1-1,5 jam pun kosong dari aktifitas. Sound system dan semua ligthing dimatikan. Banyak penonton yang hilir mudik di venue warung untuk makan malam. Ada pun yang duduk-duduk saja menunggu waktu break selesai. Toleransi musik cadas lebih baik daripada konser dangdut live. Pernah saya tulis di artikel di sini. Pihak TV sepertinya hanya berfokus pada rating dan sponsor yang mau membayar lebih untuk acara peak hour. Acara joget dangdut live ini adalah jalan termudah mengumpulkan banyak orang untuk berhura-hura. Perduli amat dengan waktu Maghrib, selama duit tetap mengalir untuk TV mereka. Crew acara ini pun menutup hati dan nuraninya. Yang penting adalah gaji dan bonus mereka dibayarkan. Pihak KPI pun tutup mata akan hal ini. Selama tidak banyak penonton yang protes, berjoget sampai tengah malam silahkan saja. Kebebasan 'berekspresi seni' kini berubah menjadi kekonyolan yang over-ekspose. Kini bukan lagi masalah silahkan Anda pindah channel TV kalau tidak suka. Namun lebih kepada tanggung jawab sosial generasi kita di masa depan. Anda mungkin bisa memindah channel. Namun berapa juta pasang mata yang menonton acara dangdut ini? Ada beberapa juta orang yang tidak sadar mereka dicekoki intoleransi. Fenomena intoleransi pada acara dangdut ini akan mencontohkan hal yang kurang baik untuk anak-anak. Saat orang dewasa saja bisa berjoget sebebasnya, anak-anak bisa saja mencontoh. Mana slogan toleransi beragama yang didengungkan dalam keberagaman Indonesia? Nampaknya hal ini tidak berlaku di dunia hiburan, khususnya acara dangdut ini. Salam, Solo, 19 Mei 2015 01:08 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H