Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sepeda Bencong dan Microaggression Masyarakat Kita

24 Agustus 2015   12:31 Diperbarui: 24 Agustus 2015   12:31 2044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(Pemberian Sepeda Pink Dari Presiden di SMP Negri 4 Pontianak - foto: jawapos.com)"][/caption]

Namun, bocah itu tak mau mengambil hadiah sepeda tersebut. Alasannya, sepeda tersebut jenis sepeda mini berwarna merah jambu, yang biasa digunakan oleh perempuan.

"Ndak mau, sepeda 'bencong'," ujar siswa tersebut.

Sontak seluruh Pejabat Negara, termasuk Gubernur Kalbar dan sejumlah Menteri tertawa mendengarnya. Mereka pun menyarankan siswa tersebut untuk membawa terlebih dahulu sepeda tersebut. (berita:kompas.com)

Saya coba menerka di benak saya saat seorang bocah SD kelas IV di Pontianak menerima sepeda pink dari Presiden Jokowi. Polos, tanpa tedeng aling-aling dan tentunya jujur. Apa yang ia katakan adalah perkataan hati. Sekat atau filter antara hati dan mulut tidak ada. Tidak serupa orang dewasa yang harus mempertebal sekat hati-mulut demi basa-basi dan social harmony. Lucu dan menjadi hal yang wah jika seorang anak mengucap 'sepeda bencong' di depan audiens. Tapi akan sarkastik dan tidak sopan jika diucap orang dewasa. Pun itu adalah anak SMP atau SMA. Yang umum dicap sudah bisa membedakan mana baik dan mana buruk.

Sepeda bencong memang terdengar lucu. Tapi pada satu sisi, tercium wangi tidak sedap microagression masyarakat kita. Disadari atau tidak disadari, ucapan sepeda bencong mungkin menyakiti mereka-mereka dari kalangan. Namun karena dicuap seorang anak SD kelas IV, apa mau dimarahi si anak ini? Namun kentara sekali, jika apa yang sudah tertanam di benak anak kelas IV yang polos, jujur dan cenderung innocent ini, penanaman agitasi pada satu kelompok minoritas.

Microagression (Mag) atau pencercaan yang cenderug subtle atau tersembunyi terhadap golongan minoritas sudah dikenal sejak 1970 di US. Terutama mereka yang secara tidak sadar membuat golongan minoritas merasa di-bully atau dimarjinalkan dalam masyarakat. Mag di US timbul akibat gesekan rasial. Dan Mag lebih banyak terjadi pada golongan Afro-American dan Hispanic. Mag memang terjadi secara halus, namun menyakitkan bagi kaum minoritas yang diacu. 

Seperti ucapan Joe Biden pada saat kampanye 2008 melawan Barack Obama adalah contoh Mag. Ucapannya "...the first mainstream African-American who is articulate and bright and clean and a nice-looking guy." Sekilas ucapan Biden terkesan apik dan sopan. Namun bagi banyak Afro-American ini adalah Mag. Tersirat, pesan Biden menyatakan bahwa Afro-American lain terstigma kasar, jahat dan tidak cerdas.

Microaggression Kita, Ditanamkan Sejak Kecil?

Kembali mengulik ucapan 'sepeda bencong' anak SD kelas IV diatas, Mag nyata juga di Indonesia. Dimana hal ini sepertinya belum menjadi keprihatian pihak berwenang. Apalagi dalam hal ini dalam kurikulum formal di sekolah. Cerminan ucapan anak SD kelas IV ini harusnya bisa menjadi pandangan puncak gunung es. Hal ini baru hal kecil yang mungkin bagi sebagian orang sepele. Namun dalam keseharian, ada beragam Mag yang kian tertanamkan dan terekam secara tidak sadar oleh banyak generasi bangsa. Jika terulang atau terjadi isu yang benar-benar merugikan atau menyakiti kaum minoritas tertentu. Mungkin belum ada gerak dan greget mereka yang berwenang dalam hal ini.

Dan jangan anggap sepele Mag pada anak. Keberagaman manusia dengan ras, suku, preferensi seksual, okupansi, dll adalah rahmat. Bahkan agama yang saya peluk menganggap keberagaman adalah rahmat. Seperti ucapan 'bencong' pada berita seorang anak SD di Pontianak di atas, betapa orangtua atau lingkungan sekitarnya bisa membentuk Mag sejak dini. Mungkin saja orangtua atau lingkungan sekitar mencap 'bencong' dengan petanda warna 'pink' adalah lucu. Namun jika sudah menjadi konsumsi publik, hal ini menjadi fatal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun