[caption id="" align="aligncenter" width="422" caption="(ilustrasi: clker.com)"][/caption] Riuh rendah saat kampanye yang sudah seminggu terjai di sekitar kita, menjadi mahfum. Segerombolan pemotor dengan baju berwarna parpol tertentu hampir bisa setiap hari dilihat di jalan raya. Hampir pula semua lapangan yang cukup luas dan lebar, ditegakkan panggung-panggung besar. Panggung yang nantinya berisi para Caleg, Jurkam Parpol dan artis-artis ibukota. Massa parpol berkerumun dan berjoget dengan sembari diselangi umbar janji dari Jurkam dan Caleg. Massa kampanye bisa mulai dari ribuan, sampai ratusan ribu bisa hadir. Namun indikasi bahwa massa parpol saat kampanye sejatinya 'dipersiapkan' semakin nyata adanya. DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Takalar rencananya akan menggelar kampanye terbuka di Lapangan Olahraga Pa'bundukang, Kelurahan Pa'bundukang, Kecamatan Polombangkeng Selatan, Takalar, Jumat (28/3/2014). Lebih kurang 1.000 massa disiapkan dalam kampanye akbar yang akan digelar usai Salat Jumat, pukul 13.00 WITA-17.00 WITA. Juru kampanye (jurkam) PKB Takalar, Bakhtiar Syam, Kamis (27/3/2014) mengatakan sudah mengirimkan surat pemberitahuan dalam rangka kegiatan kampanye. (berita:tribunnews.com) Fikir Sesat Parpol Dalam Kampanye Massa Mungkin sudah semakin banyak publik yang semakin tidak percaya dengan parpol. Maka parpol pun menyiapkan massa untuk berkampanye. Serupa mempersiapkan massa penonton bayaran yang marak di acara televisi. Yang menurut kabar, para penonton bayaran ini dibayar beragam. Mulai dari puluhan sampai ratusan ribu rupiah untuk setiap hadirnya mereka di satu acara. Dan pihak stasiun televisi dengan beragam acara, tentunya butuh mereka. Selain meramaikan, ada kesan kalau acara yang sedang tayang sudah populer. Karena banyak penontonnya. Dan itulah kiranya sesat fikir mempersiapkan massa parpol dalam kampanye. Dan sudah seperti rahasia umum saat ini. Mau berkampanye, tentunya mereka yang terlibat, akan dibayar. Mereka juga tidak naif jika parpol ingin memiliki kesan banyak simpatisannya, tentunya parpol harus 'wani piro' mendatangkan mereka. Serupa dengan massa demonstrasi bayaran ataupun penonton acara televisi bayaran. Saya fikir massa kampanye parpol ingin pamrih untuk 'jasa' mereka. Jasa membesarkan kean atau citra parpol. Agar parpol ini atau itu terkesan banyak simpatisannya. Maka harus semakin siap parpol 'mempersiapkan' mereka. Mempersiapkan bukan dalam masalah penggemblengan ideologi partai atau visi-misi parpol. Lebih kepada mempersiapkan banyaknya dan ramainya mereka nanti. Semakin banyak, akan terkesan baik dan besar suatu partai. Seolah terkesan banyak simpatisannya, parpol dengan ribuan bahkan ratusan ribu massa, akan terkesan parpol tersebut disukai publik. Seperti seolah show of force. Menampakkan taji mereka. Mengisi penuh Gelora Bung Karno atau memenuhi jalan protokol kota besar, tentunya menjadi tujuan utama parpol 'mempersiapkan' banyaknya massa parpol. Semakin ramai mereka saat konvoi kendaraan di jalan raya. Atau semakin sumringah dan bergairah mereka berjoget dangdut, semakin menampakkan kesan parpol itu disenangi publik. Konvoi gerombolan motor massa pendukung parpol, baik yang secara simpatik maupun anarki, tetap ingin mengesankan parpol tersebut baik dan pamornya mumpuni. Semakin ramai konvoi kendaraan massa parpol, malah semakin baik. Massa parpol yang sudah dipersiapkan tentunya menghilangkan makna simpatisan itu sendiri. Massa yang terlibat dalam kampanye adalah simpatisan. Simpatisan secara harfiah dapat difahami orang yang secara sukarela memberikan dukungan mereka. Tanpa balas jas, karena simpatisan bergerak karena keinginan hati mereka. Bukan dipersiapkan. Dan kesesatan pola memperoleh kesan sebagai parpol yang didukung banyak massa seperti berulang dari tiap tahun pemilu. Cara urakan mempersiapkan massa demi banyaknya massa simpatisan adalah cara yang menjadi pemakluman umum. Cara-cara yang secara nalar malah mendegradasi kandungan makna simpatisan itu sendiri. Mereka sejatinya bukan massa yang bersimpati untuk parpol tertentu. Semua sudah dipersiapkan. Dan fenomena umum yang terjadi, massa pada umumnya tidak bodoh. Selama uangnya cocok, mereka rela konvoi dan berjoget saat kampanye. Bahkan untuk beberapa parpol sekalipun. Koyaknya simpati publik pada parpol yang menjadi sumber masalahnya. Parpol yang terkesan tidak sepenuh hati mengurusi bangsa ini, menguras rasa simpati. Ditambah lagi, parpol yang menjadi jagoannya korupsi. Publik malah semakin antipati. Dukung-mendukung pada masa kampanye bersama adalah semua berdasar uang imbalan. Dan saya yakin, publik sudah semakin cerdas, pilihan mereka saat Pileg nanti bisa saja berbeda. Bukan parpol yang mereka dukung saat kampanye, bisa saja datang dari hati mereka. Diterima uangnya, pilihnya sesuka mereka. Salam, Solo, 27 Maret 2014 10:22 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H