Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Papah Puasanya Tutup?

9 Mei 2015   23:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:12 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="495" caption="(ilustrasi: straphaelspnf.files.wordpress.com)"][/caption] "Papah puasanya tutup?" tanya putri kecil saya. Sebuah pertanyaan yang sempat membuat saya memutar otak beberapa hari lalu. Istri saya yang kebetulan juga mendengar ucapan putri saya sempat bingung. Lalu ada asosiasi yang coba saya padukan kenapa sampai muncul pertanyaan yang aneh buat saya, tapi tidak untuk putri kecil saya. Kebetulan setiap Senin-Kamis saya sempatkan berpuasa. Namun puasa Kamis minggu ini, tidak bisa sahur. Jadi, saya putuskan tidak berpuasa. Paginya, saya sempatkan sarapan sebelum pergi ke kampus. Nah, pada saat inilah putri kecil saya mengajukan pertanyaan, "Papah puasanya tutup?". Istri dan saya sempat terdiam. Lalu istri mengatakan kalau saya tidak puasa hari ini, bukan tutup. Mungkin karena ia tahu sekarang saya sedang sarapan dan tidak puasa, maka fikirnya 'puasa tutup'. Asosiasi kamipun mengacu pada ucapan 'buka puasa' yang biasanya Senin dan Kamis menjelang magrib kami ucapkan kepada putri kecil kami. Jadi, untuk saya yang tidak puasa maka puasanya tutup. Walau makna kami orang dewasa anggap lucu. Tapi ada benarnya, karena lawan dari kata buka adalah tutup. Hebatnya Perkembangan Kosakata Anak Pada masa Golden Ages, sekitar usia 1-5 daya serap anak akan semua yang ada dilingkungannya sangat hebat. Daya serapnya serupa sponge yang menyerap air dengan kuat dan banyak. Dalam hal ini, perkembangan kosakata juga akan sangat cepat. Mulai dari meniru, sampai mengasosiakan satu kata sampai frase yang agak rumit dapat dilakukan seorang anak. Sehingga jangan heran jika anak dapat merekam, mengingat, dan meniru satu kata atau rangkaian kata. Baik kata-kata yang buruk maupun baik. Secara semantik (maknawi) asosiasi kata dengan artinya juga meningkat pesat. Pada awal perkembangannya, kosakata anak menciptakan jaringan yang cukup rumit. Dan mungkin tidak sesederhan yang orang dewasa kira. Kata dalam bentuk (suara) dan makna dapat ia kaitkan dengan dunia kosakata yang ia punya. Dan dengan satu contoh ucapan putri contoh diatas, mungkin sesuai dengan hasil penelitian Bukti penelitian yang didapatkan Beckage (dkk) menyatakan bahwa, balita yang fasih berbicara lebih dapat memeroleh kata yang memiliki asosiasi semantik dengan kata yang sudah mereka tahu. Hal ini adalah konsekuensi dari kesensitifitasan mereka terhadap lingkungan (atau pemerolehan referensial), atau mereka lebih senang menggunakan kata yang sudah diketahui guna memeroleh kata baru (atau daya tarik asosiasi) Bob McMurray, seorang peneliti dari University of Iowa mengkonfirmasi teori yang serupa. Anak tidak hanya belajar dengan hanya satu kata lalu satu kata yang lainnya. Namun, yang mereka fahami adalah mempelajari kata secara bersamaan. Yang di dalamnya meliputi pula kata yang tidak hanya sederhana, namun kata yang juga rumit. Lalu mengulang-ulangnya kembali. Baik dengan kata yang sederhana, moderat maupun kompleks ada saatnya anak akan mengalami ledakan kosakata (vocabulary explosion). Hati-Hati Berucap Pada Anak Putri kecil saya ini termasuk anak yang besar rasa ingin tahunya. Entah masalah tertawa saat menonton televisi bersama, atau hal-hal kecil di jalan ia sempatkan bertanya. Dan setiap kata yang kami coba terangkan kadang sulit pula menyederhakannya. Seperti pada rasa permen Rela** yang ia ingin rasakan. Ia lalu merasakan dan bertanya apa sih rasa permen yang ia makan. Mungkin umumnya, banyak yang mengacu rasa permen ini sebagai rasa 'pedas'. Sedang rasa 'mint' mungkin orang dewasa anggap agak rumit. Namun, mint-lah rasa yang kami beri tahu kepada putri saya. Semua agar ia tidak tertukar secara semantik (makna) dengan rasa pedas yang dimiliki pada cabai. Sampai saat ini pun, ia menyebut permen yang berasa mint, dengan rasa mint. Begitupun saat kami bilang padanya rasa sebuah permen. Sekali pernah kakeknya bilang permen yang hendak diberikan pada putri saya rasanya pedas. Setelah putri saya rasakan, baru ia tahu maksudnya adalah rasa mint. Ia pun berkata kepada kami kalau rasanya mint, bukan pedas. Walau kesalahan berbahasa (common error) banyak terjadi di sekitar kita, anak akan menjalin rangkaian semantiknya sendiri. Seperti frasa air putih yang selama ini menjadi 'common error'. Walau warnanya sendiri bening, karena sudah jamak diketahui maka jadilah frasa air putih untuk air bening. Walau sejatinya, warna putih sendiri mengacu pada air susu atau tajin. Anak akan mengasosiasikan hal ini di kemudian hari. Lalu menjadi konvensi yang 'dipukul rata' nantinya. Walau kadan pertanyaan "Papah puasanya tutup?" lucu, jangan menertawainya, atau bahkan 'mem-bully'. Benarkan dengan bahasa yang baik sebagai orangtua. Karena masa inilah masa komunikasi anak-orangtua dapat terjalin dengan erat. Referensi: Beckage et.al mindmodelling.org | McMurray 2007 webmd.com Salam Solo, 09 Mei 2015 11: 50 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun