Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pak Menaker Bikin Pekerja Rumah Tangga Gaduh

21 Januari 2015   07:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:42 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421807602388767144

[caption id="attachment_392219" align="aligncenter" width="560" caption="(Menaker, Hanif Dhakiri - foto: tribunnews.com)"][/caption] Nampaknya, Menaker Hanif Dhakiri akan terus kebingungan menyoal Permenaker 02/2015. Permenaker ini terkait perlidungan Pekerja Rumah Tangga (PRT). Permenaker 02/2015 ini berfungsi sebagai pijakan dasar normatif PRT sebagai pekerja informal yang memiliki hak dan kewajiban. Permenaker 02/2015 ini pun menjadi penegas eksistensi dan batasan wewenang Lembaga Penyalur PRT (LPPRT). Seolah berkaca pada kasus pembunuhan dan penganiyaan PRT di Medan akhir tahun 2014 kemarin. Permenaker ini mencoba mencegah kasus tersebut terulang kembali. Dan kasus-kasus LPPRT bodong atau yang hanya sekadar menjadi makelar rakus uang para PRT. Uang gaji yang seharusnya menjadi hak PRT digerogoti oleh LPPRT. Lebih miris lagi, kasus PRT yang tidak digaji. Menteri Hanif Dhakiri seolah akan menghadapi peliknya dunia PRT yang lama tidak terurus. Selentingan rumor berhembus. PRT di Jakarta akan digaji 1,2 juta sampai 2 juta Rupiah. Sebuah wacana yang kemudian Pak Menakertrans bantah. Rumor tersebut berasal dari LPPRT di Jakarta saja. Hal ini hanya kisaran gaji yang ditawarkan beberapa LPPRT di Jakarta dan bukan yang ada di Permenaker 02/2015. Karena dalam aturan yang sudah diatur, pada prinsip pokok kedua Permenaker 02/2015. Yaitu, Permenaker ini tetap menghormati tradisi, konvensi, dan adat istiadat yang berlaku terkait PRT. Sehingga muncul satu problem kusut tentang yang dimaksud pokok kedua Permenaker 02/2015. Realitas Dunia PRT  Kami Keluarga kami kebetulan menggunakan jasa PRT. Sudah hampir 3 tahun, PRT atau rewang membantu semua pekerjaan rumah istri. Rewang kami, orangnya sederhana dan tidak banyak omong. Namun rajin bekerja dan membantu semua tentang rumah kami. Mulai dari tukang bangunan sampai tempat membeli barang pecah belah, rewang kami tahu. Karena kebetulan ia berasal dari sekitar lingkungan kami. Datang pukul 8:00 pagi dan pulang sekitar pukul 13:00. Kadang sampai pukul 15:00 tergantung banyak atau tidaknya pekerjaan yang ada. Kerja kurang dari 8 jam ini, kami berikan upah Rp 450.000 per bulan. Jumlah yang sedikit dan mungkin tidak 'manusiawi' bagi mereka yang tinggal di Jakarta. Namun sudah cukup dan 'standard' bagi kami yang tinggal di Solo. Bahkan, bagi PRT atau rewang yang menginap kadang diupahi Rp 800 ribu - 900 ribu. Jumlah yang menurut 'standard' konvensi di Solo cukup. Walau tidak tertulis, jumlah ini adalah konvensi bersama lingkungan RT/RW. Dan kebanyakan pula, PRT atau rewang ini tidak menggunakan jasa LPPRT. Banyak dari mereka masih saudara jauh dari empunya rumah. Atau anak gadis di desa yang kadang sudah tidak bersekolah lagi. Lalu bekerja di Solo sebagai PRT, daripada nganggur di rumah. Dan, keluarga kami sebagai pengguna jasa PRT, tidak pernah mengenal perjanjian hitam di atas putih. Apalagi diatur oleh pihak LPPRT dengan beragam hak dan kewajiban. Gaji per bulan tetap kami anggarkan. Dan kenaikan hanya kami beri tahu saat harga barang-barang juga naik. Naik gaji Rp 50.000 seperti akhir tahun kemarin, cukup kami beri tahu dengan lisan. Kepantasan upah dan kewajiban kami sebagai pengguna jasa rewang kami, diatur oleh konvensi kami. Walau Permenaker 02/2015 ini juga menyiratkan di pokok kedua tentang tradisi, konvensi, dan adat istiadat, menyoal hak dan kewajiban PRT. Namun, bukankah hal ini menyimpulkan polemik untuk kami yang menggunakan jasa PRT di daerah? Realitas Versus Permenaker 02/2015 Sepertinya, Permenaker 02/2015 ini secara normatif memang melindungi PRT. Namun jika dikaitkan dengan fungsi administratif, aturan ini banyak berfokus pada LPPRT. Hak dan kewajiban antara tiga pihak, LPPRT-PRT-Pengguna Jasa diatur dengan baik dalam Permenaker ini. Fungsi melindungi PRT secara hukum diperjelas dan dipertegas dengan baik. Secara 'hukum' Permenaker ini melindungi hak dan kewajiban PRT. Secara administratif PRT terakomodasi. Dan dari segi ekonomi, ada jaminan PRT mendapat gaji sesuai yang sudah diatur LPPRT-PRT-Pengguna Jasa. Jika dilanggar, ada konsekuensi yang bisa muncul. Diagram A di bawah menunjukkan alur sederhananya. [caption id="" align="aligncenter" width="298" caption="(Diagram A. LPPRT-PRT-Pengguna Jasa Minus TKA - dok.pri)"][/caption] Sayangnya, porsi normatif menjadi rancu dan tidak begitu signifikan. Dan secara realitas, saya sebagai pengguna jasa PRT non-LPPRT, 10 pokok acuan Permenaker 02/2015 ini menjadi tersia percuma. Karena LPPRT tidak ada, maka fungsi pihak terkait (RT/RW sampai Pemda) tidak ada, alias hilang. Yang terjadi antara PRT dan pengguna jasa hanya berdasar Tradisi, Konvensi dan Adat istiadat (TKA), minus Permenaker. Semua yang terjadi dalam rumah tangga, tanpa perjanjian hitam di atas putih dengan PRT diatur sepenuhnya dengan TKA. Permenaker dan pokok pikirannya nyaris tidak bisa mengubah atau mengganggu tatanan yang disetujui PRT-Pengguna Jasa secara normatif, atau dengan TKA. Diagram B di bawah memperlihatkan alur sederhananya. [caption id="" align="aligncenter" width="303" caption="(Diagram B. PRT-Pengguna Jasa, Minus Permenaker - dok.pri)"][/caption] Diagram A, mungkin terjadi di model LPPRT-PRT-Pengguna Jasa di kota besar. Sedang Diagram B, banyak terjadi di kota kecil, desa, atau daerah kecil lainnya. Dan model diagram B, yang juga tergambar pada rewang yang saya gaji untuk jasanya. Rewang saya tidak begitu urus menyoal PRT, perlindungan kesehatan, upah standar dll. Selama ia betah, karena ia kami perlakukan manusiawi. Dalam istilah Jawanya nguwongke, maka ia sampai sekarang tetap betah. Permanaker 02/2015 hanya bumbu di dunia PRT, dalam lingkup realitas saya tinggal. Mungkin tidak dengan di kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bali, dsb.-nya. Gelembung Rumor Media yang Mengaburkan Yang kami takutkan sebagai pengguna jasa PRT setelah Permenaker 02/2015 ini muncul, juga menyeruak. Tentunya, di balik kesederhanaan dan keluguan PRT, mereka juga individu yang melek berita. Dengan terbitnya Permenaker ini, bisa saja PRT atau rewang kami menuntut gaji lebih. Gaji yang lebih patut atau sesuai. Atau malah disamakan dengan UMP (Upah Minimum Propinsi). Karena melihat berita di media mainstream yang menayangkan gaji PRT di Jakarta sampai 2 juta Rupiah. Jika Propinsi DKI Jakarta naik, tentu daerah lain akan menyusul naik. PRT bisa saja menuntut lebih. Baik langsung atau tidak langsung, suatu saat tanya rewang kami menyoal gaji naik, mungkin saja terlontar. Perlunya sosialisasi Permenaker 02/2015 menjadi krusial untuk saat ini. Jangan sampai PRT non-LPPRT menjadi gempita menyambut Permenaker ini sebagai awal mereka naik gaji. Atau menuntut sesuai hak mereka PRT yang berasal dari LPPRT. Media tentunya menjadikan rumor gaji PRT naik menjadi 2 juta Rupiah sebagai good news. Namun, bad news bagi para pengguna jasa PRT. Budget bulanan keluarga akan jadi naik, bahkan membengkak. Bisa saja PRT semakin sulit dicari jika gaji tidak sesuai dengan gaji PRT di daerah lain misalnya. Jangan sampai, Pak Menaker Hanif Dhakiri malah kebingungan menampik selalu rumor media yang beredar. Yang tentu, sudah terjadi dan diberitakan media mainstream dengan PRT yang bergaji 1,2-2 juta. Karena secara normatif, hak dan kewajibannguwongkePRT ala Solo sudah saya lakukan sesuai tradisi, konvensi dan adat istiadat. Jangan sampai ada gejolak tidak mengenakan setelah Permenaker 02/2015 ini hadir, dari dan untuk PRT itu sendiri. Diolah dari sumber berita: antaranews.com | merdeka.com | metrotvnews.com Salam, Solo, 21 Januari 2015 12:20 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun