[caption caption="Mars Perindo - ilustrasi: twitter.com"][/caption]
Putri saya yang berusia 3 tahun, kini hafal Mars Perindo. Lucu namun juga ngenes. Lucu karena anak kecil ternyata memang peniru ulung. Apa yang mereka dengar dan lihat, mudah saja ditirukan kembali. Ngenes karena anak usia 3 tahun belum tahu Perindo itu apa. Namun ternyata Perindo dengan marsnya mampu ‘meracuni’ fikiran. Dengan iklan yang hampir diselipkan di jam anak-anak menonton kartun di GlobalTV, kampanye (baca: propaganda) mereka salah sasaran.
Jangan-jangan anak Anda juga sudah hafal? Saya akui mars ini memang mudah diingat. Dengan gaya lagu mars yang serempak, padat dan bernada ringkas, mars Perindo jadi hiburan tersendiri di sela-sela iklan. Saya sebagai orang dewasa pun masih merasakan earworm (terngiang) mars ini walau tidak mendengarkan. Apalagi anak-anak kecil. Mungkin saat bernyanyi, mereka bisa mengundang tawa. Lucu mendengarkan mereka, karena tidak sesuai liriknya. Karena keterbatasan Bahasa.
Lalu kenapa saya harus merasa ngenes? Toh, memprotes iklan mars Perindo pun percuma. Stasiun televisinya saja milik pentolan Perindo. Atau mengadu ke KPI? Sedang sinetron kekerasan serupa geng motor atau aksi BMX berbahaya saja cuek. Apalagi menyoal iklan mars ini. Mereka anggap saja angin lalu. Daripada percuma, ada hal yang coba saya telaah dari ‘racun’ mars Perindo untuk anak-anak ini.
[caption caption="Oh No - ilustrasi: web.stanford.edu"]
Kenapa lagu wajib nasional tidak bisa diiklankan. Ya, lagu seperti Halo-Halo Bandung dengan irama rancak dan menggugah semangat bisa saja dijadikan iklan. Labeli saja dengan iklan layanan masyarakat. Tempatkan di jam-jam anak bisa menonton televisi. Â Saya yakin, rasa mencintai tanah air dengan lagu wajib bisa dipupuk dari kecil.
Yang saya tahu ada lagu Indonesia Raya yang tayang. Itupun waktunya subuh hari di beberapa stasiun televisi. Ada juga tayang tengah malam. Lalu siapa yang kira-kira bertanggung jawab atas tayangan iklan lagu wajib nasional? Kiranya tepat Menko Puan Maharani meng-handle hal ini. Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sangat cocok. Manusia Indonesia dibangun nasionalismenya dari kecil dengan mars atau lagu wajib nasional. Tentu dengan cara menyenangkan, lewat tayangan iklan layanan masyarakat.
Sudah saatnya televisi swasta di Indonesia membentuk karakter penontonnya. Namun bukan menjadi media propaganda pemerintah. Namun membangun manusia Indonesia. Memberikan rasa berbangsa melalui televisi. Saya masih ingat benar acara-acara di TVRI yang memang Indonesia banget saat saya kecil. Walau ada acara impor, namun tetap ada Indonesia disana.
Mengeruk keuntungan sebanyaknya dari iklan dan sponsor memang menjadi fokus TV swasta. Ada baiknya pemerintah turut member warna. Melalui kementrian terkait, tayangan yang membangun karakter Indonesia juga perlu dibuat. Tidak sekadar acara jalan-jalan dan kuliner saja. Tapi menayangkan mars atau lagu wajib nasional sebagai iklan layanan masyarakat, saya kira bisa memberi dampak signifikan.
Sangat disayangkan jika anak-anak malah hafal mars Perindo. Lalu orangtua merasa bangga dan minta mereka terus menyanyikannya. Walau tanpa maksud menjadi simpatisan partai ini. Namun terlihat betapa dampak mars seperti ini sangat signifikan. Orangtuanya memang tidak memilih Perindo. Tapi ingat dan tahu Perindo ada. Tinggal penjajakan partai ini saja nantinya menguatkan keinginan orangtua anak untuk memilih Perindo.
Bukankah lebih baik anak hafal Halo-Halo Bandung daripada mars Perindo?