Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menuntut Nilai itu Sunnah, Menuntut Ilmu yang Wajib

22 Juli 2014   22:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:33 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: morethanatestscore.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="(ilustrasi: morethanatestscore.com)"][/caption] Kembali, beberapa mahasiswa memprotes hasil nilai semester ini yang jeblok. Namun, tidak terjadi dengan saya. Hal ini terjadi dengan rekan dosen senior. Beliau pun berkeluh kesah tentang cara mahasiswa menuntut nilai. Mulai dari meluapkan kekecewaan di Facebook, sampai ingin marah-marah dengan rekan dosen tadi. Walau semua perangkat dan elemen nilai sudah dijabarkan, masih saja ada yang berat hati dan tidak terima. Akhirnya, rekan saya ini agak senewen dengan mahasiswa penuntut nilai bagus. Beliau pun menilai secara normatif. Jika masih ada mahasiswa yang protes dan tidak terima nilainya jelek, maka akan semakin jatuh nilainya. Bahkan, rekan saya ini sempat membuat screenshot status Fecebook yang cenderung kasar dan menjelek-jelekkan dirinya. Miris saya melihatnya. Apa yang salah? Dari pengalaman dan kedekatan saya dengan rekan dosen tersebut, ia termasuk dosen yang teliti. Bukan dosen killer atau pelit nilainya. Ia memang cermat dan rajin mengumpulkan dan mencatat semua aspek nilai mahasiswa di kelas. Sepertinya, memang mahasiswanya saja. Tidak cuma rekan saya barusan, dosen senior pun sempat diprotes mahasiswa. Karena nilai semesterannya jeblok. Beliau jabarkan semua aspek penilaian. Dan memang jelek hasilnya. Namun mahasiswa merajuk dan menghiba. Ia beralasan, inilah makul terakhir yang ia harus tempuh. Padahal ketika ditanya dosen senior tadi, ia baru semester 6. Mana mungkin selesai semua makul di semester 6. Berbohong kok ya keterlaluan. Orientasi Produk, Bukan Proses Mungkin mahasiswa, sejak menjadi siswa dahulu mengagungkan nilai sebagai patokan keberhasilan mereka. Jatuhnya, orientasi mereka belajar adalah produk berupa nilai. Sehingga manufaktur atau proses mencapai nilai diabaikan. Atau bahkan di-instankan alias dipercepat. Tidak heran budaya mencontek pada saat ujian semester sekolah bahkan UN dahulu, mencontek menjadi mahfum. Malah menjadi budaya yang tidak terlepas dari pendidikan kita. Pengawas UN pun kadang mempersilakan peserta UN mencontek. Semua demi menjaga nama baik sebuah sekolah. Jika ada siswa yang tidak lulus, maka itu adalah momok. Jika ada yang tidak lulus UN, maka stigma pengawas UN yang galak dan ketat dikemukakan. Alih-alih merefleksi diri apa yang terjadi selama proses PBM sekolah sebelum UN dan siswanya. Stigma melekat pada pengawas sekolah lain yang terlalu ketat. Orientasi produk ini menjangkit dan menginang sampai kuliah. Kuliah yang sejatinya sebenar-benarnya menuntut ilmu, kini orientasinya menuntut nilai. Mahasiswa cenderung sudah dengan baik mengikuti kuliah. Namun saat nilai semesteran jeblok, mereka merasa dirugikan. Alih-alih mencoba merefleksi diri untuk bisa menyadari dan memperbaiki kesalahan di masa revisi nanti. Mereka cenderung menuntut semampu mereka. Lihat artikel saya Mengerjakan dengan Baik, Belum Tentu Hasilnya Baik Menuntut Nilai itu Sunnah, Kenapa? Masih jelas dalam fikiran kita pepatah kuno yang mengatakan, 'Tuntutlah ilmu sampai negri Cina". Sebuah pepatah yang menyandingkan kata 'menuntut' sebagai fokus kalimatnya. Kenapa harus 'menuntut'? Kenapa tidak 'mencari'? Toh serupa maknanya. Namun beda konotasinya. Karena dengan menuntut ada proses proaktif dan cenderung reaktif. Mencari hanya berkonotasi proaktif tidak reaktif. Kenapa reaktif? Karena dengan menuntut ada kecenderungan tidak puas. Ada probabilitas rasa yang terus ingin dipenuhi. Inilah sisi reaktif dari kata 'menuntut'. Karena jika mencari, jika sudah bertemu, ya sudah. Tidak ada kecenderungan untuk mengetahui lebih lanjut. Dan benar adanya, yan dituntut adalah ilmunya. Ilmu wajib dituntut, sedang nilai sunnah menurut saya. Sunnah, berarti jika dituntut baik, jika tidak ya tidak apa-apa. Nilai, memang produk dari suatu proses menuntut ilmu. Lebih konkrit lagi, nilai adalah efek samping dari proses. Jika prosesnya baik dan sesuai prosedur, tidak mungkin nilai jeblok. Nah, disinilah menuntut nilai menjadi sunnah. Mungkin karena kesilapan dosen atau kealfaan menulis nilai atau tugas. Bisa saja nilai menjadi buruk atau kurang memuaskan. Maka ada baiknya menuntut perbaikan nilai. Bukan menuntut nilai yang baik. Jika merasa selama proses kuliah dan ujian kurang baik memahami dan mengerjakan. Maka nilai yang muncul seharusnya sepadan dengan proses yang sudah dilalui. Jangan merasa saja bersusah payah. Tapi ketika dibuktikan dan dijabarkan aspek nilainya, malah menghiba nilai. Memantaskan diri mendapat nilai lebih baik, daripada hanya 'merasa' pantas mendapat nilai. Jika sudah dengan baik mengikuti proses perkuliahan dan pantas mendapat nilai bagus, maka pastikan. Protes atau tuntut dosen untuk bisa memberi penjelasan. Dan saya kira dosen baik akan memberikan transparansi penilaian. Berbeda jika dengan dosen tertutup atau killer. Maka jalan lain adalah menghubungi Ketua Jurusan. Mintalah konfirmasi nilai yang jelek melalui Ketua Jurusan atau Prodi. Ini adalah jalan terakhir yang ditempuh. Sehingga, wajib adanya menuntut ilmu. Dari awal perkuliahan, mahasiswa wajib menuntut ilmu. Dosen kiranya akan sangat siap dan terpacu. Jika melihat ada mahasiswa yang kritis di kelas saat kuliah. Daripada ketika sesi diskusi banyak yang terdiam. Maka tuntutlah ilmu dari dosen. Jika kurang, mintalah referensi buku atau website untuk memahami subjek yang diberikan. Dan selama saya mengajar, mahasiswa seperti ini sedikit sekali. Dan pantaslah mereka yang sedikit ini mendapat nilai yang baik. Salam, Solo 22 Juli 2014 02:58 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun